1. Biografi

Asal-usul dan
keturunan K.H M.Hasyim Asy’ari tidak dapat dipisahkan dari riwayat
kerajaan Majapahit dan kerajaan Islam Demak. Salasilah keturunannya, sebagaimana
diterangkan oleh K.H. A.Wahab Hasbullah menunjukkan bahawa leluhurnya yang
tertinggi ialah neneknya yang kedua iaitu Brawijaya VI. Ada yang mengatakan
bahawa Brawijaya VI adalah Kartawijaya atau Damarwulan dari perkahwinannya
dengan Puteri Champa lahirlah Lembu Peteng (Brawijaya VII).
Semasa hidupnya, ia
mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama pendidikan di bidang
ilmu-ilmu Al-Qur’an dan literatur agama lainnya. Setelah itu, ia menjelajah
menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi
Shone, Siwilan Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo,
ternyata K. H. Hasyim Asy’ari merasa terkesan untuk terus melanjutkan studinya.
Ia berguru kepada K. H. Ya’kub yang merupaka kiai di pesantren tersebut. Kiai
Ya’kub lambat laun merasakan kebaikan dan ketulusan Hasyim Asy’ari dalam
perilaku kesehariannya, sehingga kemudian ia menjodohkannya dengan putrinya,
Khadijah. Tepat pada usia 21 tahun, tahun 1892, Hasyim Asy’ari melangsungkan
pernikahan dengan putri K. H. Ya’kub tersebut.
Setelah nikah, K. H.
Hasyim Asy’ari bersama istrinya segera melakukan ibadah haji. Sekembalinya dari
tanah suci, mertua K. H. Hasyim Asy’ari menganjurkannya menuntut ilmu di
Mekkah. Dimungkinkan, hal ini didorong oleh tradisi pada saat itu bahwa seorang
ulama belumlah dikatakan cukup ilmunya jika belum mengaji di Mekkah selama
bertahun-tahun. Di tempat itu, K. H. Hasyim Asy’ari mempelajari berbagai macam
disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu fiqh Syafi’iyah dan ilmu Hadits,
terutama literatur Shahih Bukhari dan Muslim.
Disaat K. H. Hasyim
Asy’ari bersemangat belajar, tepatnya ketika telah menetap 7 bulan di Mekkah,
istrinya meninggal dunia pada waktu melahirkan anaknya yang pertama sehingga
bayinya pun tidak terselamatkan. Walaupun demikian, hal ini tidak mematahkan
semangat belajarnya untuk menuntut ilmu.
K. H. Hasyim Asy’ari
semasa tinggal di Mekkah berguru kepada Syekh Ahmad Amin Al-Athar, Sayyid
Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan Al-Athar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid
Alawi ibn Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayid ‘Abd Allah Al-Zawawi.
Syekh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan Hasyim Dagastani.
Ia tinggal di Mekkah
selama 7 tahun. Dan pada tahun 1900 M. atau 1314 H. K. H. Hasyim Asy’ari pulang
ke kampung halamannya. Di tempat itu ia membuka pengajian keagamaan yang dalam
waktu yang relatif singkat menjadi terkenal di wilayah Jawa.
2. Karya-Karyanya
Karya-karya Kiai Hasyim
banyak yang merupakan jawaban atas berbagai problematika masyarakat. Misalnya,
ketika umat Islam banyak yang belum faham persoalan tauhid atau aqidah, Kiai
Hasyim lalu menyusun kitab tentang aqidah, diantaranya Al-Qalaid fi Bayani ma
Yajib min al-Aqaid, Ar-Risalah al-Tauhidiyah, Risalah Ahli Sunnah Wa
al-Jama’ah, Al-Risalah fi al-Tasawwuf, dan lain sebagainya.
Kiai Hasyim juga sering
menjadi kolumnis di majalah-majalah, seperti Majalah Nahdhatul Ulama’, Panji
Masyarakat, dan Swara Nahdhotoel Oelama’. Biasanya tulisan Kiai Hasyim berisi
jawaban-jawaban atas masalah-masalah fiqhiyyah yang ditanyakan banyak orang,
seperti hukum memakai dasi, hukum mengajari tulisan kepada kaum wanita, hukum
rokok, dll. Selain membahas tentang masail fiqhiyah, Kiai Hasyim juga
mengeluarkan fatwa dan nasehat kepada kaum muslimin, seperti al-Mawaidz,
doa-doa untuk kalangan Nahdhiyyin, keutamaan bercocok tanam, anjuran menegakkan
keadilan, dan lain-lain.
Sebagai seorang
intelektual, K. H. Hasyim Asy’ari telah menyumbangkan banyak hal yang berharga
bagi pengembangan peradaban, diantaranya adalah sejumlah literatur yang
berhasil ditulisnya. Karya-karya tulis K. H. Hasyim Asy’ari yang terkenal adalah
sebagai berikut: (1) Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’allimin, (2) Ziyadat
Ta’liqat, (3) Al-Tanbihat Al-Wajibat Liman, (4) Al-Risalat
Al-Jami’at, (5) An-Nur Al-Mubin fi Mahabbah Sayyid Al-Mursalin,
(6) Hasyiyah ‘Ala Fath Al-Rahman bi Syarh Risalat Al-Wali Ruslan li
Syekh Al-Isam Zakariya Al-Anshari, (7) Al-Durr Al-Muntatsirah fi
Al-Masail Al-Tis’i Asyrat, (8) Al-Tibyan Al-Nahy’an Muqathi’ah
Al-Ikhwan, (9) Al-Risalat Al-Tauhidiyah, (10) Al-Qalaid
fi Bayan ma Yajib min Al-‘Aqaid.
Kitab ada Al-‘Alim
wa Al-Muta’allimin merupakan kitab yang berisi tentang konsep pendidikan.
Kitab ini selesai disusun hari Ahad pada tanggal 22 Jumadi Al-Tsani tahun 1343.
K. H. Hasyim Asy’ari menulis kitab ini didasari oleh kesadaran akan perlunya
literatur yang membahas tentang etika (adab) dalam mencari ilmu pengetahuan.
Menuntut ilmu merupakan pekerjaan agama yang sangat luhur sehingga orang yang
mencarinya harus memperlihatkan etika-etika yang luhur pula
3. Pemikiran K. H. Hasyim Asy’ari
KH Hasyim Asy’ari
menganjurkan kepada para kiai dan guru-guru agama agar memiliki perhatian
serius kepada masalah ekonomi untuk kemaslahatan; “kenapa tidak kalian dirikan
saja satu badan usaha, yang setiap wilayah ada satu badan usaha yang mandiri.”
Demikian pernyataan KH Hasyim Asy’ari ketika mendeklarasikan berdirinya Nahdlah
at-Tujjar.
Berangkat dari kesadaran
itulah Nahdlah at-Tujjar didirikan, dengan satu badan usaha yang ketika itu
disebut Syirkah al-Inan, yang kemudian hari ketika NU berdiri wadah ekonomi
tersebut berganti nama dengan Syirkah al-Mu’awanah.
Ketika organisasi sosial
keagamaan masyumi dijadikan partai politik pada 1945, Kiai Hasyim terpilih
sebagai ketua umum. Setahun kemudian, 7 September 1947 (1367 H), K. H. Muhammad
Hasyim Asy’ari, yang bergelar Hadrat Asy-Syaikh wafat. Berdasarkan
keputusan Presiden No. 29/1964, ia diakui sebagai seorang pahlawan kemerdekaan
nasional, suatu bukti bahwa ia bukan saja tokoh utama agama, tetapi juga
sebagai tokoh nasional.
Pada tahun 1930 dalam
muktamar NU ke-3 kiai Hasyim selaku Rais Akbar menyampaikan pokok-pokok pikiran
mengenai organisasi NU. Pokok-pokok pikiran inilah yang kemudian dikenal
sebagai Qanun Asasi Jamiah NU (undang-undang dasar jamiah NU).
Mengenai pendidikan :
Tepat pada tanggal 26 Rabi’ Al-Awwal 120 H.
bertepatan 6 Februari 1906 M., Hasyim Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren
Tebuireng. Oleh karena kegigihannya dan keikhlasannya dalam menyosialisakan
ilmu pengetahuan, dalam beberapa tahun kemudian pesantren relatif ramai dan terkenal
Nahdatul Ulama :
Tanggal 31 Januari 1926,
bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan
Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun berkembang
dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan
mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan
dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
K. H. Hasyim Asy’ari
dikenal sebagai salah seorang pendiri NU (Nahdatul Ulama). Pada masa pendudukan
Jepang, Hasyim Asy’ari pernah ditahan selama 6 bulan, karena dianggap menentang
penjajahan Jepang di Indonesia. Karena tuduhan itu tidak terbukti, ia
dibebaskan dari tahanan, atas jasa-jasanya dalam perjuangan melawan penjajah
Belanda dan Jepang, Hasyim Asy’ari dianugerahi gelar pahlawan kemerdekaan
nasional oleh Presiden RI.
Kesimpulan :
Dari pemaparan di atas,
dapatlah diketahui bahwa ketokohan kiai Hasyim Asy’ari dikalangan masyarakat
dan organisasi Islam tradisional bukan saja sangat sentral tetapi juga menjadi
tipe utama seorang pemimpin, sebagaimana diketahui dalam sejarah pendidikan
tradisional, khususnya di Jawa. Peranan kiai Hasyim Asy’ari yang kemudian
dikenal dengan sebutanHadrat Asy-Syaikh (guru besar di lingkungan
pesantren).
Peranan kiai Hasyim
Asy’ari sangat besar dalam pembentukan kader-kader ulama pemimpin pesantren,
terutama yang berkembang di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Dalam bidang organisasi
keagamaan, ia pun aktif mengoganisir perjuangan politik melawan kolonial untuk
menggerakkan masa, dalam upaya menentang dominasi politik Belanda.
Dan pada tanggal 7
September 1947 (1367 H), K. H. Hasyim Asy’ari, yang bergelar Hadrat
Asy-Syaikh wafat. Berdasarkan keputusan Presiden No. 29/1964, ia diakui
sebagai seorang pahlawan kemerdekaan nasional, suatu bukti bahwa ia bukan saja
tokoh utama agama, tetapi juga sebagai tokoh nasional.
http://naifu.wordpress.com/2010/07/08/k-h-hasyim-ashari/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar