
Secara historis, kaum ilmuwan yang
agamis mendapat tekanan gereja dimasa ini. Ilmuwan seperti Frank G. Bruno,
Copernicus, dan puncaknya Galileo-Galilei dipaksa mengingkari penemuannya
karena bertentangan dengan ajaran gereja. Hal ini menyebabkan resistensi kaum
ilmuwan. Ilmuwan merasa tidak mendapat tempat dalam agama, sedangkan kebenaran
yang mereka temukan ada didepan mata. Puncaknya adalah pada abad XVI, zaman
pencerahan (aufklarung) pemikiran dari dogma agama yang mengekang di luncurkan.
Ditandai dengan masa revolusi industri, zaman ini juga dinamakan masa
Renaissance (Kebangkitan kembali ilmu-ilmu Yunani). Abad XVI, zaman akal
dimulai. Agama disingkirkan jauh-jauh, karena terbukti tidak dapat
menyejahterakan manusia. Ilmu-ilmu Yunani kuno dipelajari dan dihidupkan
kembali. Ajaran Aristoteles yang berorientasi materi menjadi rujukan utama,
sehingga ilmu dan filsafat berkembang pesat. Lahir ilmu-ilmu dan tokoh-tokoh
yang materialistis. Pada ilmu fisika lahirNewton dengan hukum mekanika Newton.
Ilmu biologi melahirkan Charles Darwin dengan teori evolusi-nya. Ilmu Psikologi
melahirkan Freud yang menganggap agama adalah penyakit kanak-kanak, Sosiologi
melahirkan Auguste Comte dengan teori positivisme-nya, ilmu sosial melahirkan
Marx yang menganggap agama adalah candu, dan Sastra mengorbitkan Nietzsche
dengan buku Sabda Zarathustra-nya yang mengumumkan kematian Tuhan. Jadi, ilmu
di barat dapat berkembang ketika ilmu mampu memisahkan diri dari agama.
Fakta, keilmuan modern yang kita pelajari dikampus-kampus
pada hari ini lahir di abad XVIII-XIX, masa keemasan modernitas. Maka, dapat
dipahami jika manusia modern saat ini menjadi manusia yang rakus dan cenderung
merusak alam demi kepentingan dirinya sendiri. Sebab manusia adalah pusat
segala sesuatu (Anthroposentris).
Pada masa modern ini lahir
filosof-filosof kenamaan Eropa dengan berbagai alirannya masing-masing. Tiga aliran besarnya
adalah :
1. Rasionalisme yang
dimotori 'bapak filsafat modern', Rene Descartes.
2. Aliran Empirisme yang
dimotori John Locke.
3. Aliran Kantianisme.
Tokohnya Immanuel Kant.
Implikasi filsafat modern yang
menganggap keberadaan sesuatu harus dapat di indera dan di fikirkan, melahirkan
metode pengetahuan ilmiah yang harus mengikuti beberapa aturan. Antara lain :
1. Empiris atau dapat
diamati.
2. Dapat diukur atau
terkuantifikasi.
3. Dapat diverifikasi.
4. Obyektif.
5. dst.
Pada perkembangannya, filsafat modern
ini terbukti tidak dapat menyejahterakan manusia. Manusia bahkan terjebak pada
kungkungan berhala-berhala baru. Penyakit umum manusia modern menurut Erich
Fromm adalah perasaan teralienasi (keterasingan). Pada akhirnya manusia justru
merasa asing dari lingkungan dan bahkan dirinya sendiri. Akibatnya manusia
mempunyai persoalan serius mengenai kebermaknaan hidupnya. Isu kehidupan yang
bermakna menjadi topik terpenting abad ini. Hidup yang tidak bermakna atau
absurd bahkan telah membuat seorang filosof bernama Albert Camus memutuskan
mati bunuh diri.
Sejarah keilmuan sekuler barat menafikan
Tuhan dalam perkembangan ilmunya. Karena kematian Tuhan telah diumumkan, maka kini manusia bebas melakukan
apa saja yang dikehendakinya. Hal ini karena perkembangan ilmu didasarkan pada paradigma Antroposentris
(berpusat pada manusia). Kini, pada akhir abad XX, banyak ilmuwan maupun
filosof barat sekuler yang mulai mempertanyakan kebebasan dan kemahakuasaan
manusia sebagai sesuatu yang melelahkan. Seperti yang dikatakan Sartre; Manusia
dikutuk untuk bebas. Artinya, dengan kebebasannya, manusia justru merasa
terasing dari diri sendiri dan masyarakatnya, merasa absurd. Banyak fenomena
kekinian menunjukkan masyarakat sekuler barat mulai lelah dengan ateisme.
Mereka mencari sesuatu yang transenden, sesuatu yang lebih tinggi dari manusia.
Fenomena keresahan dibarat-sekuler
membuat mereka kembali melirik hal-hal berbau agama, sehingga muncul ide
tentang hubungan antara agama dan ilmu. John F. Haught (2004) menjabarkan
setidaknya ada 4 pendekatan relasi agama dan Sains :
1. Pendekatan Konflik. Berasumsi pada dasarnya
sains dan agama tidak dapat rujuk.
2. Pendekatan Kontras. Berasumsi
tidak ada pertentangan riel antara agama dan sains, karena keduanya memberi
tanggapan pada masalah yang berbeda.
3. Pendekatan Kontak. Berupaya berdialog, berinteraksi, dan kemungkinan
adanya "penyesuaian" antara sains dan agama, terutama mengupayakan
agar sains ikut mempengaruhi pemahaman religius dan teologis.
4. Pendekatan Konfirmasi. Perspektif
ini meyoroti cara-cara agama pada tataran yang mendalam, mendukung dan
menghidupkan segala kegiatan ilmiah.
Maka lahirlah filosofi postmodern. Mengenai
keilmuan, seorang filosof postmodern bernama Karl Popper dalam Benson dan Grove
(2000) membagi teori menjadi 2 jenis :
- Teori ilmiah. Teori yang dapat dibantah, artinya dapat dibantah kebenarannya.
- Teori yang tidak ilmiah. Teori yang tidak dapat dibantah, artinya tidak dapat dibantah kebenaran atau kesalahannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar