A. Pengertian Gender dan Perbedaannya dengan Seks
Istilah gender pada awalnya
dikembangkan sebagai suatu analisis ilmu sosial oleh Ann Oakley, dan sejak saat
itulah menurutnya gender lantas dianggap sebagai alat annalisis yang baik untuk
memahami persoalan diskriminasi terhadap kaum perempuan secara umum.
Gender berbeda dengan jenis
kelamin (seks). Seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara
biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu. Oleh karena itu, konsep jenis
kelamin digunakan untuk membedakan laki-laki dan perempuan berdasarkan unsur
biologis dan anatomi tubuh.[1]
Sedangkan Gender adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender adalah kelompok
atribut dan prilaku yang dibrntuk secara kultural yang ada pada laki-laki dan
perempuan.[2]
Gender adalah konsep hubungan
sosial yang membedakan (memilahkan atau memisahkan) fungsi dan peran anttara laki-laki dan
perempuan. Perbedaan fungsi dan peran itu tidak ditentukan karena keduanya terdapat
perbedaan biologis atau kodrat, melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi,
dan peran masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.[3]
Dengan demikian gender sebangai
suatu konsep merupakan suatu hasil pemikiran atau rekayasa manusia, dibentuk
oleh masyarakat sehingga gender bersifat dimanis dapat berbeda karena perbedaan
adat istiadat, buudaya, agama, dan sistem nilai dari bangsa, masyarakat, dan
suku bangsa tertentu. Selain itu, gender dapat berubah karena perjalalan
sejarah, perubahan politik, ekonomi dan sosial budaya, atau karena kemajuan
pembangunan. Dengan demikian, gender tidak bersifat universal atau tidak
berlaku secara umum, akan tetapi bersifat situasional masyarakatnya. Oleh
kareena itu, tidak terjadi kerancauan dan pemutar balikan makna tentang apa
yang disebut jenis kelamin (seks) dan gender.[4]
B. Gender Dalam Dunia Pendidikan[5]
Berbicara mengenai wacana
gender dalam pendidikan tidak lepas dari faktor lainnya seperti organisasi
keluarga dan pekerjaan, surplus ekonomi, kecanggihan tekhnologi, kepadatan
penduduk dan lainnya. Karna kesemuanya adalah variabel yang saling mempengaruhi
banyak hal tentang gender begitupun didalam fenomena pendidikan.
Adanya pendidikan tidak saja
melihat kepda pendidikan formal, namun harus dimulai dengan bagaimana
pendidaikan itu dimulai. Tentu saja kita bisa melihat feanomena proses
pendidikan dalam keluarga dimana wanita sangat berperan sebagai produsen utama
fungsi-fungsi pokok keluarga.
Dalam keluarga perempuan
secara tidak langsung dididik menjadi seorang yang mengutamakan perasaan. Hal
itu lantas menjadi pola turun temurun sebagai hal yang dipandang alamiah maka
timbulah fenomena dalam pendidikan umumnya perempuan memilih studinya yang
mengutamakan perasaan dan kecerdsasan emosional. Contoh banyak perempuan lebih
memilih studi tentang keperawatan, pramugari, entertainer, psikolog, guru, dan
lain lain.
Dibandingkan dengan fenomena
yang ada dimasa lalu gender sudah banyak memperoleh kesempatan yang sama dengan
laki-laki. Dulu banyak fenomena dimana orang tua lebih mengutamakan pendidikan
untuk anak laki-lakinya dengan berbagai alasan, tapi tidak dipungkiri mungkin
saat ini masih bisa terjadi.
Agar lebih jelas
kelompok-kelompok feminis dapat kita golongkan menjadi tiga golongan yakni
feminis liberal, radikal, dan sosialis.
a. Feminis
Liberal adalah feminis yang mengusulkan bahwasannya perempuan mempunyai hak
yang sama dengan laki-laki, ciri dari gerakan ini tidak mengusulkan perubahan
struktur secara fundamental, melainkan memasukan wanita kedalam struktur yang
ada berdasarka prinsip kesetaraan dengan laki-laki.
b.Feminis
radikal adalah lebih menekankan kebalikan dari feminis liberal, jika sebelumnya
kaum feminis mengusulkan kesetaraan kaum hawa dengan kaum adam maka radidkal
tidak demikian, hal ini dapat dilihat dari usulan bahwasangnya hak antara
laki-laki dan hak perempuan harus dibedakan. Misallnya wanita dan laki-laki mengkonseptualkan
kekuasaan secara berbeda, bila laki-laki lebih pada mendominasi dan mengontrol
orang lain maka perempuan lebih tertuju dalam berbagi dan merawat
keakuasaannya..
c.Feminis
Sosialis yang bertumpu pada teori Marx dan Engel yang beraliran sintesa
histories-matrealis. Menurut Engel laki-laki dan perempuan berperan dalam
pemeliharaan keluarga inti, namun kareaana tugas tradisional wanita mencakup
pemeliharaan rumah tangga dan penyiapan makanan seadanagakan tugas laki-laki
mencari makan, memiliki dan memerintah budak serta memiliki alat-alat prodauksi
yang mendukung tugas tersebaut.
C. Gender
Guru Mempengaruhi Prestasi Murid?[6]
Sebuah hasil penelitian yang
bisa memicu perdebatan dipublikasikan belum lama ini dalam jurnal Education
Next. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa sebaiknya seorang murid diajar oleh
guru yang memiliki jenis gender sama.
Penelitian tersebut dilakukan
oleh Thomas Dee, seorang profesor ekonomi di Swarthmore College dan Stanford
University. Meski menghadapi pro dan kontra tetapi Dee tetap berkeyakinan bahwa
gender berpengaruh dalam cara mengajar seorang guru.
Dee tertarik untuk melakukan
penelitian karena ia melihat proporsi gender guru di AS tidak seimbang dalam
kurun waktu 40 tahun terakhir. Guru perempuan
yang ada di sana hampir mencapai 80 persen.
Ia lalu membuat semacam tes
penilaian tentang persepsi diri yang dilakukan oleh para murid dan guru.
Hasilnya, murid perempuan yang diajar oleh guru perempuan prestasinya meningkat,
sedangkan murid laki-laki nilainya turun dalam bidang bahasa Inggris, ilmu
sosial dan science.
Sebaliknya, ketika murid
laki-laki tersebut diajar oleh guru pria, nilai akademik mereka meningkat, tapi
tidak dengan murid perempuan. Selain mempengaruhi nilai akademik, menurut Dee,
gender guru juga berpengaruh dalam sikap dan perilaku para murid.
Sebagai contoh, dalam kelas
yang dipimpin oleh guru perempuan, murid laki-lakinya cenderung suka mengganggu
di kelas, sedangkan murid perempuan lebih penuh perhatian dan mudah diatur.
Bagaimana dengan kelas yang
gurunya seorang pria? menurut Dee, para murid perempuan di kelas itu biasanya
bersikap tak acuh dan malas bertanya karena menganggap pelajaran yang diberikan
kurang berguna.
Salah satu pihak yang kontra
dengan Dee, mengatakan bahwa data yang disodorkan oleh Dee jauh dari meyakinkan
karena tidak konsisten dan masih bisa dipertanyakan.
"Anak lelaki dan
perempuan mendapatkan keuntungan dengan memiliki guru baik pria atau wanita
sebagai contoh panutan," kata Marcia Greenberger, wakil presiden National
Women’s Law Center, yang bertugas meningkatkan peran serta wanita di AS.
"Keberhasilan akademik
seorang murid tidak berkaitan dengan gender gurunya," kata Reg Weaver,
kepala National Education Association, organisasi guru terbesar di AS.
Menurut pendapatnya,
pengalaman guru, cara mengajar, jumlah murid dalam kelas dan peralatan
penunjang pendidikan adalah hal-hal yang mempengaruhi seorang murid dalam
menerima pelajaran yang diberikan gurunya.
[5]
Sarip Hasan, Gender Dalam
Dunia Pendidikan, http://www.google.com/index.php.
[6] Kompas
Cyber Media, Selasa, 29 Agustus 2006, http://www.google.com/index.
095427.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar