Sabtu, 13 Oktober 2012

PERDEBATAN DAN PERMASALAHAN GENDER DALAM PENDIDIKAN

A. Pengertian Gender dan Perbedaannya dengan Seks
Istilah gender pada awalnya dikembangkan sebagai suatu analisis ilmu sosial oleh Ann Oakley, dan sejak saat itulah menurutnya gender lantas dianggap sebagai alat annalisis yang baik untuk memahami persoalan diskriminasi terhadap kaum perempuan secara umum.
Gender berbeda dengan jenis kelamin (seks). Seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu. Oleh karena itu, konsep jenis kelamin digunakan untuk membedakan laki-laki dan perempuan berdasarkan unsur biologis dan anatomi tubuh.[1] Sedangkan Gender adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender adalah kelompok atribut dan prilaku yang dibrntuk secara kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan.[2]

Gender adalah konsep hubungan sosial yang membedakan (memilahkan atau memisahkan)  fungsi dan peran anttara laki-laki dan perempuan. Perbedaan fungsi dan peran itu tidak ditentukan karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi, dan peran masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.[3]
Dengan demikian gender sebangai suatu konsep merupakan suatu hasil pemikiran atau rekayasa manusia, dibentuk oleh masyarakat sehingga gender bersifat dimanis dapat berbeda karena perbedaan adat istiadat, buudaya, agama, dan sistem nilai dari bangsa, masyarakat, dan suku bangsa tertentu. Selain itu, gender dapat berubah karena perjalalan sejarah, perubahan politik, ekonomi dan sosial budaya, atau karena kemajuan pembangunan. Dengan demikian, gender tidak bersifat universal atau tidak berlaku secara umum, akan tetapi bersifat situasional masyarakatnya. Oleh kareena itu, tidak terjadi kerancauan dan pemutar balikan makna tentang apa yang disebut jenis kelamin (seks) dan gender.[4]

B. Gender Dalam Dunia Pendidikan[5]
Berbicara mengenai wacana gender dalam pendidikan tidak lepas dari faktor lainnya seperti organisasi keluarga dan pekerjaan, surplus ekonomi, kecanggihan tekhnologi, kepadatan penduduk dan lainnya. Karna kesemuanya adalah variabel yang saling mempengaruhi banyak hal tentang gender begitupun didalam fenomena pendidikan.
Adanya pendidikan tidak saja melihat kepda pendidikan formal, namun harus dimulai dengan bagaimana pendidaikan itu dimulai. Tentu saja kita bisa melihat feanomena proses pendidikan dalam keluarga dimana wanita sangat berperan sebagai produsen utama fungsi-fungsi pokok keluarga.
Dalam keluarga perempuan secara tidak langsung dididik menjadi seorang yang mengutamakan perasaan. Hal itu lantas menjadi pola turun temurun sebagai hal yang dipandang alamiah maka timbulah fenomena dalam pendidikan umumnya perempuan memilih studinya yang mengutamakan perasaan dan kecerdsasan emosional. Contoh banyak perempuan lebih memilih studi tentang keperawatan, pramugari, entertainer, psikolog, guru, dan lain lain.
Dibandingkan dengan fenomena yang ada dimasa lalu gender sudah banyak memperoleh kesempatan yang sama dengan laki-laki. Dulu banyak fenomena dimana orang tua lebih mengutamakan pendidikan untuk anak laki-lakinya dengan berbagai alasan, tapi tidak dipungkiri mungkin saat ini masih bisa terjadi.
Agar lebih jelas kelompok-kelompok feminis dapat kita golongkan menjadi tiga golongan yakni feminis liberal, radikal, dan sosialis.
a. Feminis Liberal adalah feminis yang mengusulkan bahwasannya perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki, ciri dari gerakan ini tidak mengusulkan perubahan struktur secara fundamental, melainkan memasukan wanita kedalam struktur yang ada berdasarka prinsip kesetaraan dengan laki-laki.
b.Feminis radikal adalah lebih menekankan kebalikan dari feminis liberal, jika sebelumnya kaum feminis mengusulkan kesetaraan kaum hawa dengan kaum adam maka radidkal tidak demikian, hal ini dapat dilihat dari usulan bahwasangnya hak antara laki-laki dan hak perempuan harus dibedakan. Misallnya wanita dan laki-laki mengkonseptualkan kekuasaan secara berbeda, bila laki-laki lebih pada mendominasi dan mengontrol orang lain maka perempuan lebih tertuju dalam berbagi dan merawat keakuasaannya..
c.Feminis Sosialis yang bertumpu pada teori Marx dan Engel yang beraliran sintesa histories-matrealis. Menurut Engel laki-laki dan perempuan berperan dalam pemeliharaan keluarga inti, namun kareaana tugas tradisional wanita mencakup pemeliharaan rumah tangga dan penyiapan makanan seadanagakan tugas laki-laki mencari makan, memiliki dan memerintah budak serta memiliki alat-alat prodauksi yang mendukung tugas tersebaut.

C. Gender Guru Mempengaruhi Prestasi Murid?[6]
Sebuah hasil penelitian yang bisa memicu perdebatan dipublikasikan belum lama ini dalam jurnal Education Next. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa sebaiknya seorang murid diajar oleh guru yang memiliki jenis gender sama.
Penelitian tersebut dilakukan oleh Thomas Dee, seorang profesor ekonomi di Swarthmore College dan Stanford University. Meski menghadapi pro dan kontra tetapi Dee tetap berkeyakinan bahwa gender berpengaruh dalam cara mengajar seorang guru.
Dee tertarik untuk melakukan penelitian karena ia melihat proporsi gender guru di AS tidak seimbang dalam kurun waktu 40 tahun terakhir. Guru perempuan  yang ada di sana hampir mencapai 80 persen.
Ia lalu membuat semacam tes penilaian tentang persepsi diri yang dilakukan oleh para murid dan guru. Hasilnya, murid perempuan yang diajar oleh guru perempuan prestasinya meningkat, sedangkan murid laki-laki nilainya turun dalam bidang bahasa Inggris, ilmu sosial dan science.
Sebaliknya, ketika murid laki-laki tersebut diajar oleh guru pria, nilai akademik mereka meningkat, tapi tidak dengan murid perempuan. Selain mempengaruhi nilai akademik, menurut Dee, gender guru juga berpengaruh dalam sikap dan perilaku para murid.
Sebagai contoh, dalam kelas yang dipimpin oleh guru perempuan, murid laki-lakinya cenderung suka mengganggu di kelas, sedangkan murid perempuan lebih penuh perhatian dan mudah diatur.
Bagaimana dengan kelas yang gurunya seorang pria? menurut Dee, para murid perempuan di kelas itu biasanya bersikap tak acuh dan malas bertanya karena menganggap pelajaran yang diberikan kurang berguna.
Salah satu pihak yang kontra dengan Dee, mengatakan bahwa data yang disodorkan oleh Dee jauh dari meyakinkan karena tidak konsisten dan masih bisa dipertanyakan.
"Anak lelaki dan perempuan mendapatkan keuntungan dengan memiliki guru baik pria atau wanita sebagai contoh panutan," kata Marcia Greenberger, wakil presiden National Women’s Law Center, yang bertugas meningkatkan peran serta wanita di AS.
"Keberhasilan akademik seorang murid tidak berkaitan dengan gender gurunya," kata Reg Weaver, kepala National Education Association, organisasi guru terbesar di AS.
Menurut pendapatnya, pengalaman guru, cara mengajar, jumlah murid dalam kelas dan peralatan penunjang pendidikan adalah hal-hal yang mempengaruhi seorang murid dalam menerima pelajaran yang diberikan gurunya.


     [1] J. Dwi Narmoko, Bambang Suyanto (ed.), Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal. 314.
     [2] J. Dwi Narmoko, Bambang Suyanto (ed.), Sosiologi,,,. hal. 314.
     [3] J. Dwi Narmoko, Bambang Suyanto (ed.), Sosiologi,,,.hal. 315.
     [4] J. Dwi Narmoko, Bambang Suyanto (ed.), Sosiologi,,,. Hal315.
     [5] Sarip Hasan, Gender Dalam Dunia Pendidikan, http://www.google.com/index.php.

     [6] Kompas Cyber Media, Selasa, 29 Agustus 2006, http://www.google.com/index. 095427.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar