Sabtu, 13 Oktober 2012

Undian dan Lotere



A. Undian dan Lotere
Didalam ensiklopdi Indonsia disbutkan bahwa lotere berarti undian brhadiah, nasib atau peruntungan. Dengan demikian lotere atau undian pada hakikatnya mmpunyai pngertian yang sama. Tetapi pengertian yang brkeembang dalam masyarakat amat berbeda. Lotere dipandang sebagai judi, sedangkan undian tidak.[1]
Karena terdapat perbedaan pendapat mengenai ketentuan hukum lotere (undian) itu, apakah termasuk judi atau tidak, maka lebih dahulu dipahami pengertia judi (maisair).

Judi (maisair) adalah permainan yang mengandung unsur taruhan, dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung atau berhadap-hadapan dalam satu majelis.
Semua taruhan dengan cara mengadu nasib, yang sifatnya untung-untungan dilarang keras oleh agama, sebagaimana firman Allah yang tercantum dalan surat Al-Maidah ayat 90 yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ
 Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.

Muhammad Abduh sebagaimana dikutip oleh Rasyid Ridha, menerangkan sebagian resiko/ bahaya dari perjudian, yakni: merusak pendidikan dan akhlak, melemahkan potensi akal pikiran, dan menelantarkan pertanian, perkebunan, industri, dan perdagangan yang merupakan sendi-sendi kemakmuran.[2]
Dibawah ini akan dikemukakan beberapa pendapat para ulama mngenai hal-hal yang demikian:
1. Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam buku Kiitab Beberapa Masalah catatan ke-5 tahun 1373 H/ 1954 M disbutkan:
Lotere itu terdiri dari tiga unsur: membeli, meminta keuntungan dan mengadakannya. Lotere dengan tiga unsur itu termasuk masalah musytabihat.
Membeli lotere mudharatnya lebih besar daripada manfaatnya, karena itu hukumnya haram. sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 219 yang berbunyi:
ÈȪ y7tRqè=t«ó¡o ÇÆtã ̍ôJyø9$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur ( ö@è% !$yJÎgŠÏù ÖNøOÎ) ׎Î7Ÿ2 ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨Z=Ï9 !$yJßgßJøOÎ)ur çŽt9ò2r& `ÏB $yJÎgÏèøÿ¯R ÇËÊÒÈ
 “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".

2. Syekh Ahmad Sukarti (Al-Irsyad)
Lotere itu bukan judi karena bertujuan untuk menghimpun dana yang akan disubungkan untuk kegiatan-kegiatan sosial dan kemanusiaan. Beliau juga mangakui bahwa unsur negatifnya tetap ada, tetapi sangat kecil bila dibandingkan dengan manfaatnya.
3. DR. Faud Muhammad Fachruddin
Lotere tidak termasuk kedalam judi yang diharamkan karena pembeli lotere apabila bermaksud dan tujuannya hanya menolong dan mengharpkan hadiah, maka tidaklah terdapat dalam perbuatan itu satu perjudian. Apabila tujuannya itu tertentu semata-mata mendapatkan hadiah, inipun tidak tergolong dalam soal perjudian, sebab kaidah kedua belah pihak yang berharap-harapan masing-masing menghadapi kemenangan atau kekalahan.
4. Rasyid Ridha
Rasyid Ridha mengatakan bahwa  dalil syar’i yang menghramkan semua perjudian termasuk lotere/ undian itu adalah dalil yang qath,i dilalahnya, artinya dalil yang sudah pasti petunjuk atas keharamannya sehingga tidak diragukan lagi.[3]
Terlepas dari beberapa pandangan dan perbedaan pendapat yang terjadi dikalangan masyarakat yaitu ada yang pro dan ada yang kontra  namun menurut hemat penulis hal yang demikian itu termasuk judi karena mengadu nasib atau untung-untungan.
B. Penjualan Harga Barang Diatas Harga yang Sebenarnya Karena Kredit
Bila kita membicarakan masalah penjualan atau perdagangan rasanya tidak bisa lepas dari apa yang disebut riba atau bunga uang. QS Al-Baqarah (2) ayat 275 merupakan dalil nash yang menjadi dasar bagi kita dalam menangani muamalah jenis ini, yang pada intinya adalah bahwa Islam melarang setiap tindakan pembungaan uang. Akan tetapi tidak boleh menganggap atau berusaha untuk menganggap bahwa Islam perkreditan, atau dengan kata lain, bahwa pada dasarnya Islam memandsng perkreditan itu bleh dunia perdagangan. Apalagi di dalam masyarakat yang menganut system perekonomoian modern seperti sekarang ini, menuntut ada kredit dan pinjaman. Di balik semua itu tentu masing-masing pihak sama-sama ingin meraih keuntungan. Akan tetapi secara obyektif keuntungan yang di peroleh dalam perdagangan tidak pernah sama melainkan senantiasa berubah-ubah setiap waktu apalagi perekonomian kurang stabil.
Dalam menghadapi permasalahan di atas, para ulama berlainan pendapat, di antaranya ada yang memperbolehkan dan ada yang melarang, antara lain:[4]
1.      Jumhur ahli fiqh, seperti madzhab hanafi, syafi’i, zaid bin ali dan muayid billahi berpendapat bahwa jual beli yang pembayarannya di tangguhkan dan ada penambahan harga untuk pihak penjual karena penangguhan tersebut adalah sah.
2.      Jumhur ulama menetapkan, bahwa seorang pedagang boleh menaikan harga yang pantas, karena pada asalnya boleh dan nash yang mengharamkannya tidak ada. Sebaliknya kalau kepada batas kezdaliman hukumnya berubah menjadi haram.
3.      Sebagian fuqoha mengharamkan dengan alasan, bahwa penambahan harga itu berkaitan dengan masalah waktu, dan hal itu berarti tidak ada bedanya denga riba.
4.      Pendapat lainnya mengatakan bahwa upaya menaikan harga di atas yang sebenarnya lantaran kredit (penangguhan pembayaran) lebih dekat kepada riba nasiah (harga tambahan), Riba nasiah adalah riba yang jelas-jelas dilarang oleh nash.
Adapun dampak negatif dari jual beli dengan cara kredit di antaranya, adalah untuk kalangan tertentu ada kecenderungan untuk selalu untuk untuk menggunakan jasa ini walau sebenarnya ia mampu dengan jalan tunai dan bukankah hal ini telah menipu diri sendiri. Slain itu sikap konsumeris bertambah subur, karena merasa diri mampu dan akan mampu menyelesaikannya.
KESIMPULAN

            Dari pemaparan penjelasan diatas dapat disimbulkan bahwa undian atau lotere dapat dipandang haran dan ada pula yang memandang boleh karena didalam kegiatan tersebut terdapat dampak positif dan negatif tergantung dari niat pelaku hal tersebut.
Beberapa ulama membolehkan hal tersebut dengan alasan didalamnya banyak terkandung hal-hal yang positif dan adapun ulama yang mengatakan haram karena hal tersebut lebih banyak mengandung kemudaratan dan sedukit sekali mengandung sifat positif.
Bila dibandingkan dengan zaman sekarang ini penulis lebi memihak kepada pendapat yang mengharamkan karena dizanan sekarang ini masyarakat banyak yang menyalahgunakan sesuatu hal, sebagaimana yang dikatakan Rasyid Ridaha bahwa hal tersebut banyak merusak generasi muda dan merusak penyambung estapet perjuangan bangsa seperti para pemuda yang memiiki kemampuan dan potensi yang lebih.
Islam menyeru kepada seluruh kaum muslimin untuk saling tolong mrnolong namun jangan mengambil keuntungan atau berniat menolong untuk mengambil keuntungan sebab yang demikian itu dilarang, oleh karenanya sistem keredit yang mengambil banyak keuntungan dari meminjamkan uang kepada orang yang kurang mampu itu dilarang oleh agama.
Rasulullahpun sedari kecil sudah melakukan perdagangan, bahkan menjadi sunnah karena sesuatu yang pernah dilakukan oleh Rasulullahsaw. Namun dalam melakukannya Allah melarang untuk mengambil keuntungan yang berlebihan dari apa yang dijual karena hal tersebut dapat merugikan dan menyusahkan orang lain dah hal itu dilarang oleh agama Islam. Oleh karenanya jikalau berdagang hendaknya mengambil keuntungan sekedarnya karena rizki telah ditentukan oleh Allah SWT dan tampa menyusahkan dan membebani orang lain bahkan dapat membantu saudara-saudara kita yang kurang mampu.







DAFTAR KEPUSTAKAAN

Hasan, M. Ali, Masail Fiqhiyah, Zakat Pajak Asuransi, dan Lembaga Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2003.
Zuhdi, H. Masjfuk, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta: PT Toko Gunung Agung. 1997.


     [1] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, Zakat Pajak Asuransi, dan Lembaga Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2003. hal: 145
     [2] H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta: PT Toko Gunung Agung. 1997. hal: 146.
     [3] H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah….hal: 146.
     [4] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah,…..hal: 172.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar