I.
Pengertian
Lafal tasawuf adalah kata jadian yang berasal dari ;
a) تَصَوَفَ - يَتَصَوَفُ – تَصَوُفًا Berasal dari kata صَا فَ - يَصُوْفُ -
صَوْفًا yang artinya suci,
bersih atau murni. Kesucian, kebersihan dan kemurnian kalangan sufi terlihat
dari niatnya yang suci, bersih dan murni semata-mata mengharap keridlaan Allah
SWT.
b) Tasawuf
berasal dari kata suf = wol kasar. Kalangan sufi tidak menggunakan kain
yang halus untuk menyenangkan hati dan konsentrasi untuk mencintai Tuhan, akan
tetapi mereka hanya menggunakan pakaian apa adanya. Terbuat dari kain kasar = suf.
Secara etimologis pengambilan kata tasawuf dari kata suf lebih dapat
diterima karena. Menurut Al-Kalabazi penggunaan kata tasawuf dari suf
tepat jika memperhatikan gramatika bahasa. Kalangan sufi ini menjauhkan diri
dari dunia, meninggalkan tempat tinggal mereka dengan melakukan pengembaraan.
Menolak kesenangan jasmani, memurnikan dan mentuluskan ibadah serta
membersihkan kesadaran.
Secara terminologis makna tasawuf dijelaskan sebagai berikut ; Menurut
Ibrahim Hilal; Tasawuf adalah memilih jalan hidup secara zuhud, menjauhkan diri
dari perhiasan hidup dalam segala bentuknya. Ibrahim lebih lanjut menambahkan
bahwa cara tasawuf bermacam-macam yaitu, ibadah, wirid, lapar, berjaga diwaktu
malam dengan memperbanyak shalat dan ibadah lainnya. Cara ini dilakukan agar
sahwat jasmaniyah lemah sedangkan semangat ruhaniyah tinggi. Pada initinya
seseorang yang masuk dunia tasawuf harus menundukkan jasmani dan rohani dengan
cara-cara tersebut diatas, agar dapat mencapai hakikat kesempurnaan rohani dan
mengenal zat Tuhan dengan segala kesempurnaan-Nya.[1]
Untuk mendekatkan pengertian tasawuf, kata tasawuf itu sering disalin
dengan hidup keberanian. Yakni hidup yang lebih mengutamakan kerohanian dari
pada kehidupan kebendan.[2]
Tasawuf ialah persoalan kerohanian dan kebatinan manusia yang tidak dapat
dilihat, yang tidak dapat ditetapkan batasannya untuk menyatakan apa hakikatnya
yang sebenarnya apa tasawuf itu. Sebab ia adalah masalah kejiwaan yang tidak
dapat diketahui secara pasti tentang hakikatnya, yang dapat diketahui hanmyalah
gejala-gejalanya yang lahir yang menyatakan diri dalam cara dan sikap hidup
orang yang mengamalkannya.[3]
Para ulama sangat beragam dalam mendefinisikan pengertian tasawuf,
diantaranya:
- Tasawuf ialah sikap seseorang yang merindukan kekasihnya dengan membaringkan diri dipintu rumahnya agar dapat menemuinya.
- Tasawuf ialah mementingkan yang hakikat dan bersabar menahan diri dari sifat tamak terhadap apa-apa yang dimiliki manusia .
- Tasawuf ialah bahwa engkau sanggup bersama Allah tanpa suatu penghubung.
- Tasawuf ialah bahwa engkau tidak merasa memiliki dan dimiliki sesuatu, dst.
Pengertian tasawuf tidak hanya satu tetapi bermacam-macam, namun dapatlah
kita tarik suatu kesimpulan bahwa tasawuf adalah memelihara kehidupan dengan
sebaik-baikmya dan sebersih-bersihnya agar dapat berada didekat Allah
sedekat-dekatnya. Dengan kata lain tasawuf mementingkan kebersihan dan
musyahadat.[4]
Selain itu juga tasawuf dipahami dalam arti ajaran untuk mendekatkan diri
kepada tuhan. Dalam tasawuf, dekat dengan tuhan ditandai denga pencapaian pengalaman
rohani, yaitu adanya komunikasi secara angsung antara manusia dengan tuhan, yang
dalam istilah tasawuf dinamakan ma’rifah.
II.
Sumber
Sumber tasawuf adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah terbukti dari beberapa ayat
dan hadis membicarakan tentang hal itu.
- Al-Qur’an
Al-Ankabut ayat
64.
$tBur
ÍnÉ»yd
äo4quysø9$# !$u÷R$!$# wÎ)
×qôgs9 Ò=Ïès9ur 4
cÎ)ur u#¤$!$# notÅzFy$#
}Îgs9 ãb#uquptø:$#
4
öqs9
(#qçR$2 cqßJn=ôèt ÇÏÍÈ
“Dan tiadalah kehidupan dunia Ini melainkan senda gurau dan
main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang Sebenarnya kehidupan, kalau
mereka Mengetahui”.
Ali-Imran:191
tûïÏ%©!$# tbrãä.õt ©!$# $VJ»uÏ% #Yqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbrã¤6xÿtGtur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ
“ (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Dalam banyak ayatnya, Al-Qur`an memotifasi untuk hidup zuhud dan mewaspadai sikap cinta dunia dan kemerlapannya. Orang yang membaca Al-Qur`an secara jeli akan menjumpai ayat-ayat yg membuka pintu zikir, introspeksi diri, ibadah dan bangun malam bagi para ahli ibadah. Al-Qur`an juga berbicara tentang muraqabah, taubat, takut (khauf) pada Allah, harapan (raja`) pada Allah, syukur, tawakal, serta sabar. Al-Qur`an penuh dengan anjuran untuk mengamalkan sifat terpuji. Maka karena itu, para sufi berupaya memperindah diri dengan sifat-sifat terpuji. Dan mengambil materi pertamanya dan makanan rohani mereka dari Kitabullah.[5]
Al-Qur’an inilah yang menjadi sumber utama dari tasawuf islam. Dari
Al-Qur’an yang lain ialah kisah-kisah ummat purbakala seperti Kaum ‘Ad, Tsamud
dan lain-lain, atau kisah-kisah pribadi seperti kisah para Rasul, Khidir, Dzul
Karnain, dan sebagainya. Yang semuanya itu untuk menjadi wa’ad dan wa’id atau
menjadi targhib dan tarhib yang menggemarkan orang berbuat taat dan menakuti
mereka dari berbuat jahat.
Al-Qur’an menerangkan sesuatu secara global dan secara garis besar dan
tidak menerang sesuatu secara tidak mendetail dan terperinci. Assunnah
menerangkan isi Al-Qur’an secara praktis dan terperinci dengan demikian
menjadikan Assunnah menjadi sember kedua dari Tasawuf Islam.[6]
- As-Sunnah
Dalam salah satu hadits Rasulullah menyebutkan, Abuhurairah r.a. berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: Allah Azza Wajalla berfirman:
“Aku tergantung pada prasangka hambaKu dan Aku selalu bersamanya tatkala ia mengingatKu. Jika hambaKu mengingatKu dalam hatinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diriKu. Dan, jika ia menyebutKu dihadapan orang banyak, maka Aku akan menyebutnya di hadapan orang banyak yg lebih baik dari mereka. Jika dia mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta. Jika ia mendekat padaKu sehasta maka aku akan mendekat padanya satu depa. Jika dia padaKu dengan berjalan, maka Aku akan datang padanya dengan berlari. (H.R. Muslim).
Dalam hadits Rasulullah yang lain pula dikatakan:
“Bersikap zuhudlah pada dunia, niscaya Allah akan mencintaimu, Bersikap zuhudlah dari segala apa yg dimiliki manusia, niscaya manusia akan mencintaimu!.” (H.R. Ibnu Majah)
“Jadilah engkau didunia ini laksana orang asing atau orang yg sedang menyeberang jalan.” (H.R. Al-Bukhari)
Sunnah tersebut adakalanya qaualiah yaitu segala yang diucapkan
Nabi, dan adakalanya fi’liah yautu segala sesuatu yang diperbuat oleh
Nabi, dan adakalanya pula takririyah yaitu penetapan dari Nabi, dan
adakalanya juga bessifat tarkiyah yaitu segala sesuatu yang mungkin Nabi
kerjakan namun tidak mau ia laksanakan.
Sunnah itu adakalanya shahih dan adakalanya dha’if. Sunnah/
hadits shahih ialah yang mempunyai sanad yang bersambung sampai kepada
Rasulullah, semua sanadnya tidak cacat dan matannya pun tidak bertentangan
dengan Al-Qur’an. Adapun sunnah/ hadits dha’if ialah kebalikan dari yang
shahih.[7]
III.
Tujuan
Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat
mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati bahkan
Ruhnya dapat bersatu dengan Ruh Tuhan. Al-Ghazali mengatakan bahwa tasawuf itu
adalah tuntunan yang dapat menyampaikan manusia mengenal dengan sebenar-benarnya
kepada Allah SWT.
Tasawuf diciptakan sebagai
media untuk mencapai maqashid al-Syar’i (tujuan-tujuan syara’).
Sebagai contoh, setiap orang yang diperintahkan naik ke atas atap rumah, maka
secara tidak langsung ia mencari media yang dapat digunakan untuk melaksanakan
tugas itu, yakni tangga. Sufisme itu diciptakan untuk tujuan-tujuan sebagai
beriku:[8]
1.
Berupaya menyelamatkan diri dari akidah-akidah
syirik dan batil
2.
Melepaskan diri (takhalli) dari
penyakit-penyakit kalbu.
3.
Menghiasi diri (tahalli) dengan akhlak
Islam yang mulia.
4.
Mencapai derajat ihsan dalam ibadah (tajalli).
5. Menggapai kekuatan
dan keluhuran iman yang dulu pernah dimiliki para sahabat Rasulullah Saw.
IV.
Perkembangannya dalam Dunia Islam
Ilmu ini mulai populer pada abad ke-2 H. DR.
Hasan Ibrahim Hasan berkata, “Salah satu permasalahan yang menarik perhatian
kaum muslimin pada zaman itu (masa setelah sahabat) adalah Tasawuf. Hal itu
karena kebanyakan kaum muslimin yang sangat wara’, takwa dan hati mereka
dipenuhi cinta kepada Allah tidak mendapatkan kepuasan dalam ilmu kalam. Mereka
lalu berinisiatif untuk mendekatkan diri kepada-Nya melalui zuhud dan hidup
serba kurang serta memfanakan diri dalam cinta ilahi. Oleh karena itu, mereka
disebut Mutasawifin (penganut tasawuf).
Sejarah Tasawuf bisa ditelusuri asalnya hingga
ke generasi awal kaum muslimin di masa nabi, orang yang dikenal melakukan
praktek-praktek sufistik pada permulaan Islam adalah Abu Dzar Al-Ghifari ra.
Namun orang pertama yang disebut sufi adalah Abu Hasyim. Ia dilahirkan di Kufah
dan menghabiskan sebagian besar hidupnya di Syam lalu wafat pada tahun 150 H.
Adapun orang yang pertama kali meletakkan dan menjelaskan teori-teori tasawuf
adalah Dzu un-Nun Al-Misry (w.245 H.) seorang murid Imam Malik. Sedangkan yang
menjelaskan dan menyusunnya serta menyebarkannya adalah Juneid Al-Baghdadi
(w.335 H.)
Tasawuf adalah sebuah gelar yang diberikan
manusia kepada pribadi-pribadi muslim yang berpegang teguh kepada Al Kitab dan
Sunnah. Intinya adalah aqidah, akhlak, jihad dan dakwah. Sedangkan penopangnya
adalah islam, iman dan ihsan yang terdapat didalamnya pengawasan (Muroqobah),
penyaksian (Musyahadah) dan mengikuti (Mutaba’ah) ajaran Qur’an
dan Sunnah. Adapun tujuan tasawuf adalah melepaskan diri dari sifat-sifat hina
lalu menghiasnya dengan berbagai kemuliaan dan etika yang terikat dengan
menaati Allah Swt dan Rasul-Nya, serta menentang nafsu (jihad un-nafs),
memperbaiki diri dan altruisme (mendahulukan kepentingan orang lain dari pada
kepentingan pribadi, itsar).
Dasar-dasar Tasawuf yang terpenting ada lima. Pertama,
mensucikan dan menginstropeksi diri. Kedua, menuju keharibaan Allah Swt.
Ketiga, berpegang teguh terhadap kefakiran. Keempat, memenuhi
hati dengan rahmat dan cinta. Kelima, menghias diri dengan akhlak mulia yang
menjadi misi utama pengutusan Nabi Saw untuk menyempurnakannya.
KESIMPULAN
Islam merupakan agama yang
menghendaki kebersihan lahiriah sekaligus batiniah. Hal ini tampak misalnya
melalui keterkaitan erat antara niat (aspek esoterik) dengan beragam praktek
peribadatan seperti wudhu, shalat dan ritual lainnya (aspek eksoterik). Tasawuf
merupakan salah satu bidang kajian studi Islam yang memusatkan perhatiannya
pada upaya pembersihan aspek batiniah manusia yang dapat menghidupkan
kegairahan akhlak yang mulia. Jadi sebagai ilmu sejak awal tasawuf memang tidak
bisa dilepaskan dari tazkiyah al-nafs (penjernihan jiwa). Upaya inilah yang
kemudian diteorisasikan dalam tahapan-tahapan pengendalian diri dan
disiplin-disiplin tertentu dari satu tahap ke tahap berikutnya sehingga sampai
pada suatu tingkatan (maqam) spiritualitas yang diistilahkan oleh kalangan sufi
sebagai syuhud (persaksian), wajd (perjumpaan), atau fana’ (peniadaan diri).
Dengan hati yang jernih, menurut perspektif sufistik seseorang dipercaya akan
dapat mengikhlaskan amal peribadatannya dan memelihara perilaku hidupnya karena
mampu merasakan kedekatan dengan Allah yang senantiasa mengawasi setiap langkah
perbuatannya. Jadi pada intinya, pengertian tasawuf merujuk pada dua hal: (1)
penyucian jiwa (tazkiyatun-nafs) dan (2) pendekatan diri (muraqabah) kepada
Allah.
Secara harfiah terdapat
beberapa penafsiran tentang arti istilah sufi. Di antara penafsiran itu antara
lain menyebutkan bahwa kata sufi bermula dari kata safa (suci hati dan
perbuatan), saff (barisan terdepan di hadapan Tuhan), suffah (menyamai sifat
para sahabat yang menghuni serambi masjid nabawi di masa kenabian), saufanah
(sejenis buah/buahan yang tumbuh di padang pasir), safwah (yang terpilih atau
terbaik), dan bani sufah (kabilah badui yang tinggal dekat Ka’bah di masa
jahiliyah).
Tasawuf secara sederhana dapat
diartikan sebagai usaha untuk menyucikan jiwa sesuci mungkin dalam usaha
mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga kehadiran-Nya senantiasa dirasakan
secara sadar dalam kehidupan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ali, Yunasril, Pengantar
Ilmu Tasawuf, Jakarta: Pedoman Ilmu Raya, 1977.
Ardani, Moh., Akhlak Tasawuf, Jakarta:
CV. Karya Mulia, 2005.
Aziz, Fathul
Aminuddin, F:\aklak
tasawuf\pengertian dan tujuan tasawufindex.php.htm
Lubis, Hidayat, F:\aklak
tasawuf\all tasawuf.html
Masyah, Cholil Eren, F:\aklak tasawuf\TASAWUF MEMBENTUK PRIBADI
tasawuf lengkapMULIA « Selamat Datang di Weblog Cholil.htm
Sisoj, Said Aqil, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial
Mengedepankan Islam Sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi, Bandung: Mizan,
2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar