Sabtu, 13 Oktober 2012

TASAWUF



 I.    Pengertian
Lafal tasawuf adalah kata jadian yang berasal dari ;
a) تَصَوَفَ - يَتَصَوَفُ – تَصَوُفًا Berasal dari kata صَا فَ - يَصُوْفُ - صَوْفًا yang artinya suci, bersih atau murni. Kesucian, kebersihan dan kemurnian kalangan sufi terlihat dari niatnya yang suci, bersih dan murni semata-mata mengharap keridlaan Allah SWT.
b) Tasawuf berasal dari kata suf = wol kasar. Kalangan sufi tidak menggunakan kain yang halus untuk menyenangkan hati dan konsentrasi untuk mencintai Tuhan, akan tetapi mereka hanya menggunakan pakaian apa adanya. Terbuat dari kain kasar = suf. Secara etimologis pengambilan kata tasawuf dari kata suf lebih dapat diterima karena. Menurut Al-Kalabazi penggunaan kata tasawuf dari suf tepat jika memperhatikan gramatika bahasa. Kalangan sufi ini menjauhkan diri dari dunia, meninggalkan tempat tinggal mereka dengan melakukan pengembaraan. Menolak kesenangan jasmani, memurnikan dan mentuluskan ibadah serta membersihkan kesadaran.
Secara terminologis makna tasawuf dijelaskan sebagai berikut ; Menurut Ibrahim Hilal; Tasawuf adalah memilih jalan hidup secara zuhud, menjauhkan diri dari perhiasan hidup dalam segala bentuknya. Ibrahim lebih lanjut menambahkan bahwa cara tasawuf bermacam-macam yaitu, ibadah, wirid, lapar, berjaga diwaktu malam dengan memperbanyak shalat dan ibadah lainnya. Cara ini dilakukan agar sahwat jasmaniyah lemah sedangkan semangat ruhaniyah tinggi. Pada initinya seseorang yang masuk dunia tasawuf harus menundukkan jasmani dan rohani dengan cara-cara tersebut diatas, agar dapat mencapai hakikat kesempurnaan rohani dan mengenal zat Tuhan dengan segala kesempurnaan-Nya.[1]

Untuk mendekatkan pengertian tasawuf, kata tasawuf itu sering disalin dengan hidup keberanian. Yakni hidup yang lebih mengutamakan kerohanian dari pada kehidupan kebendan.[2]
Tasawuf ialah persoalan kerohanian dan kebatinan manusia yang tidak dapat dilihat, yang tidak dapat ditetapkan batasannya untuk menyatakan apa hakikatnya yang sebenarnya apa tasawuf itu. Sebab ia adalah masalah kejiwaan yang tidak dapat diketahui secara pasti tentang hakikatnya, yang dapat diketahui hanmyalah gejala-gejalanya yang lahir yang menyatakan diri dalam cara dan sikap hidup orang yang mengamalkannya.[3]
Para ulama sangat beragam dalam mendefinisikan pengertian tasawuf, diantaranya:
  1. Tasawuf ialah sikap seseorang yang merindukan kekasihnya dengan membaringkan diri dipintu rumahnya agar dapat menemuinya.
  2. Tasawuf ialah mementingkan yang hakikat dan bersabar menahan diri dari sifat tamak terhadap apa-apa yang dimiliki manusia .
  3. Tasawuf ialah bahwa engkau sanggup bersama Allah tanpa suatu penghubung.
  4. Tasawuf ialah bahwa engkau tidak merasa memiliki dan dimiliki sesuatu, dst.
Pengertian tasawuf tidak hanya satu tetapi bermacam-macam, namun dapatlah kita tarik suatu kesimpulan bahwa tasawuf adalah memelihara kehidupan dengan sebaik-baikmya dan sebersih-bersihnya agar dapat berada didekat Allah sedekat-dekatnya. Dengan kata lain tasawuf mementingkan kebersihan dan musyahadat.[4] Selain itu juga tasawuf dipahami dalam arti ajaran untuk mendekatkan diri kepada tuhan. Dalam tasawuf, dekat dengan tuhan ditandai denga pencapaian pengalaman rohani, yaitu adanya komunikasi secara angsung antara manusia dengan tuhan, yang dalam istilah tasawuf dinamakan ma’rifah.

II.    Sumber
Sumber tasawuf adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah terbukti dari beberapa ayat dan hadis membicarakan tentang hal itu.
  1. Al-Qur’an
Al-Ankabut ayat 64.
$tBur ÍnÉ»yd äo4quysø9$# !$u÷R$!$# žwÎ) ×qôgs9 Ò=Ïès9ur 4 žcÎ)ur u#¤$!$# notÅzFy$# }Îgs9 ãb#uquptø:$# 4 öqs9 (#qçR$Ÿ2 šcqßJn=ôètƒ ÇÏÍÈ
“Dan tiadalah kehidupan dunia Ini melainkan senda gurau dan main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang Sebenarnya kehidupan, kalau mereka Mengetahui”.

Ali-Imran:191
tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ 
“ (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
 
Dalam banyak ayatnya, Al-Qur`an memotifasi untuk hidup zuhud dan mewaspadai  sikap cinta dunia dan kemerlapannya. Orang yang membaca Al-Qur`an secara jeli  akan menjumpai ayat-ayat yg membuka pintu zikir, introspeksi diri, ibadah dan  bangun malam bagi para ahli ibadah. Al-Qur`an juga berbicara tentang muraqabah, taubat, takut (khauf) pada Allah,  harapan (raja`) pada Allah, syukur, tawakal, serta sabar. Al-Qur`an penuh  dengan anjuran untuk mengamalkan sifat terpuji. Maka karena itu, para sufi  berupaya memperindah diri dengan sifat-sifat terpuji. Dan mengambil materi  pertamanya dan makanan rohani mereka dari Kitabullah.[5]
Al-Qur’an inilah yang menjadi sumber utama dari tasawuf islam. Dari Al-Qur’an yang lain ialah kisah-kisah ummat purbakala seperti Kaum ‘Ad, Tsamud dan lain-lain, atau kisah-kisah pribadi seperti kisah para Rasul, Khidir, Dzul Karnain, dan sebagainya. Yang semuanya itu untuk menjadi wa’ad dan wa’id atau menjadi targhib dan tarhib yang menggemarkan orang berbuat taat dan menakuti mereka dari berbuat jahat.
Al-Qur’an menerangkan sesuatu secara global dan secara garis besar dan tidak menerang sesuatu secara tidak mendetail dan terperinci. Assunnah menerangkan isi Al-Qur’an secara praktis dan terperinci dengan demikian menjadikan Assunnah menjadi sember kedua dari Tasawuf Islam.[6]
  1. As-Sunnah
Dalam salah satu hadits Rasulullah menyebutkan, Abuhurairah r.a. berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: Allah Azza Wajalla berfirman:
Aku tergantung pada prasangka hambaKu dan Aku selalu bersamanya tatkala ia mengingatKu. Jika hambaKu mengingatKu dalam hatinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diriKu. Dan, jika ia menyebutKu dihadapan orang banyak, maka Aku akan menyebutnya di hadapan orang banyak yg lebih baik dari mereka. Jika dia mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta. Jika ia mendekat padaKu sehasta maka aku akan mendekat padanya satu depa. Jika dia  padaKu dengan berjalan, maka Aku akan datang padanya dengan berlari. (H.R. Muslim).
 
Dalam hadits Rasulullah yang lain pula dikatakan:
“Bersikap zuhudlah pada dunia, niscaya Allah akan mencintaimu, Bersikap zuhudlah dari segala apa yg dimiliki manusia, niscaya manusia akan mencintaimu!.” (H.R. Ibnu Majah)
 
         “Jadilah engkau didunia ini laksana orang asing atau orang yg sedang menyeberang jalan.” (H.R. Al-Bukhari)
 
Sunnah tersebut adakalanya qaualiah yaitu segala yang diucapkan Nabi, dan adakalanya fi’liah yautu segala sesuatu yang diperbuat oleh Nabi, dan adakalanya pula takririyah yaitu penetapan dari Nabi, dan adakalanya juga bessifat tarkiyah yaitu segala sesuatu yang mungkin Nabi kerjakan namun tidak mau ia laksanakan.
Sunnah itu adakalanya shahih dan adakalanya dha’if. Sunnah/ hadits shahih ialah yang mempunyai sanad yang bersambung sampai kepada Rasulullah, semua sanadnya tidak cacat dan matannya pun tidak bertentangan dengan Al-Qur’an. Adapun sunnah/ hadits dha’if ialah kebalikan dari yang shahih.[7]

III.    Tujuan
 Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati bahkan Ruhnya dapat bersatu dengan Ruh Tuhan. Al-Ghazali mengatakan bahwa tasawuf itu adalah tuntunan yang dapat menyampaikan manusia mengenal dengan sebenar-benarnya kepada Allah SWT.
Tasawuf diciptakan sebagai media untuk mencapai maqashid al-Syar’i (tujuan-tujuan syara’). Sebagai contoh, setiap orang yang diperintahkan naik ke atas atap rumah, maka secara tidak langsung ia mencari media yang dapat digunakan untuk melaksanakan tugas itu, yakni tangga. Sufisme itu diciptakan untuk tujuan-tujuan sebagai beriku:[8]
1.                  Berupaya menyelamatkan diri dari akidah-akidah syirik dan batil
2.                  Melepaskan diri (takhalli) dari penyakit-penyakit kalbu.
3.                  Menghiasi diri (tahalli) dengan akhlak Islam yang mulia.
4.                  Mencapai derajat ihsan dalam ibadah (tajalli).
5.      Menggapai kekuatan dan keluhuran iman yang dulu pernah dimiliki para sahabat Rasulullah Saw.

IV.    Perkembangannya dalam Dunia Islam
Ilmu ini mulai populer pada abad ke-2 H. DR. Hasan Ibrahim Hasan berkata, “Salah satu permasalahan yang menarik perhatian kaum muslimin pada zaman itu (masa setelah sahabat) adalah Tasawuf. Hal itu karena kebanyakan kaum muslimin yang sangat wara’, takwa dan hati mereka dipenuhi cinta kepada Allah tidak mendapatkan kepuasan dalam ilmu kalam. Mereka lalu berinisiatif untuk mendekatkan diri kepada-Nya melalui zuhud dan hidup serba kurang serta memfanakan diri dalam cinta ilahi. Oleh karena itu, mereka disebut Mutasawifin (penganut tasawuf).
Sejarah Tasawuf bisa ditelusuri asalnya hingga ke generasi awal kaum muslimin di masa nabi, orang yang dikenal melakukan praktek-praktek sufistik pada permulaan Islam adalah Abu Dzar Al-Ghifari ra. Namun orang pertama yang disebut sufi adalah Abu Hasyim. Ia dilahirkan di Kufah dan menghabiskan sebagian besar hidupnya di Syam lalu wafat pada tahun 150 H. Adapun orang yang pertama kali meletakkan dan menjelaskan teori-teori tasawuf adalah Dzu un-Nun Al-Misry (w.245 H.) seorang murid Imam Malik. Sedangkan yang menjelaskan dan menyusunnya serta menyebarkannya adalah Juneid Al-Baghdadi (w.335 H.)
Tasawuf adalah sebuah gelar yang diberikan manusia kepada pribadi-pribadi muslim yang berpegang teguh kepada Al Kitab dan Sunnah. Intinya adalah aqidah, akhlak, jihad dan dakwah. Sedangkan penopangnya adalah islam, iman dan ihsan yang terdapat didalamnya pengawasan (Muroqobah), penyaksian (Musyahadah) dan mengikuti (Mutaba’ah) ajaran Qur’an dan Sunnah. Adapun tujuan tasawuf adalah melepaskan diri dari sifat-sifat hina lalu menghiasnya dengan berbagai kemuliaan dan etika yang terikat dengan menaati Allah Swt dan Rasul-Nya, serta menentang nafsu (jihad un-nafs), memperbaiki diri dan altruisme (mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan pribadi, itsar).
Dasar-dasar Tasawuf yang terpenting ada lima. Pertama, mensucikan dan menginstropeksi diri. Kedua, menuju keharibaan Allah Swt. Ketiga, berpegang teguh terhadap kefakiran. Keempat, memenuhi hati dengan rahmat dan cinta. Kelima, menghias diri dengan akhlak mulia yang menjadi misi utama pengutusan Nabi Saw untuk menyempurnakannya.


KESIMPULAN

Islam merupakan agama yang menghendaki kebersihan lahiriah sekaligus batiniah. Hal ini tampak misalnya melalui keterkaitan erat antara niat (aspek esoterik) dengan beragam praktek peribadatan seperti wudhu, shalat dan ritual lainnya (aspek eksoterik). Tasawuf merupakan salah satu bidang kajian studi Islam yang memusatkan perhatiannya pada upaya pembersihan aspek batiniah manusia yang dapat menghidupkan kegairahan akhlak yang mulia. Jadi sebagai ilmu sejak awal tasawuf memang tidak bisa dilepaskan dari tazkiyah al-nafs (penjernihan jiwa). Upaya inilah yang kemudian diteorisasikan dalam tahapan-tahapan pengendalian diri dan disiplin-disiplin tertentu dari satu tahap ke tahap berikutnya sehingga sampai pada suatu tingkatan (maqam) spiritualitas yang diistilahkan oleh kalangan sufi sebagai syuhud (persaksian), wajd (perjumpaan), atau fana’ (peniadaan diri). Dengan hati yang jernih, menurut perspektif sufistik seseorang dipercaya akan dapat mengikhlaskan amal peribadatannya dan memelihara perilaku hidupnya karena mampu merasakan kedekatan dengan Allah yang senantiasa mengawasi setiap langkah perbuatannya. Jadi pada intinya, pengertian tasawuf merujuk pada dua hal: (1) penyucian jiwa (tazkiyatun-nafs) dan (2) pendekatan diri (muraqabah) kepada Allah.
Secara harfiah terdapat beberapa penafsiran tentang arti istilah sufi. Di antara penafsiran itu antara lain menyebutkan bahwa kata sufi bermula dari kata safa (suci hati dan perbuatan), saff (barisan terdepan di hadapan Tuhan), suffah (menyamai sifat para sahabat yang menghuni serambi masjid nabawi di masa kenabian), saufanah (sejenis buah/buahan yang tumbuh di padang pasir), safwah (yang terpilih atau terbaik), dan bani sufah (kabilah badui yang tinggal dekat Ka’bah di masa jahiliyah).
Tasawuf secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha untuk menyucikan jiwa sesuci mungkin dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga kehadiran-Nya senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan.






DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ali, Yunasril, Pengantar Ilmu Tasawuf, Jakarta: Pedoman Ilmu Raya, 1977.
Ardani, Moh., Akhlak Tasawuf, Jakarta: CV. Karya Mulia, 2005.
Aziz, Fathul Aminuddin,  F:\aklak tasawuf\pengertian dan tujuan tasawufindex.php.htm
Lubis, Hidayat, F:\aklak tasawuf\all tasawuf.html
Masyah, Cholil Eren, F:\aklak tasawuf\TASAWUF MEMBENTUK PRIBADI tasawuf lengkapMULIA « Selamat Datang di Weblog Cholil.htm
Sisoj, Said Aqil, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial Mengedepankan Islam Sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi, Bandung: Mizan, 2006.


     [1]  Drs. Fathul Aminuddin Aziz, MM, F:\aklak tasawuf\pengertian dan tujuan tasawufindex.php.htm
     [2]  Prof. M. H. Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2005). Hal: 184.
     [3]  Prof. M. H. Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, hal. 187.
     [4]  Prof. M. H. Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, hal, 192.
     [5]  Nashir Ahmad M, F:\aklak tasawuf\msg07801.htmsumber tasawufl.htm
     [6]  Drs. Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Pedoman Ilmu Raya, 1977). Hal: 24-25.
     [7]   Drs. Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tasawuf, hal: 25-16.
     [8] Cholil Eren Masyah, F:\aklak tasawuf\TASAWUF MEMBENTUK PRIBADI tasawuf lengkapMULIA « Selamat Datang di Weblog Cholil.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar