A.
Pendahuluan
Sebagai kerajaan islam yang pertama,
samudra pasai mempunyai peran yang sangat berarti dalam melakukan proses
pendidikan guna tersosialisasinya ajaran-ajaran Islam sekaligus
menginternalisasikan ajaran-ajaran trsebut kedalam prilaku masyarakat
sehari-hari. Peran itu antara lain burupa dukungan secara resmi oleh para
sultan yang memerintah kerajaan tersebut secara berkesinambungan, bahkan mereka
turut berada digaris depan dalam menimba maupun mengajarkan ilmu-ilmu
keislaman.
Pendidikan Islam pada masa itu, secara
menyeluruh masih sangat sederhana, dalam arti bentuk, metode dan corak masih
konvensional atau tradisional, tidak sebagaimana system pendidikan yang
berkembang dewasa ini. Namun demikian, bias jadi tingkat efektivitasnya makin
tinggi, terutama dalam melahirkan para lulusan / kader yang berkualitas, karna
secara substansial sesungguhnya terdapat transformasi ilmu-ilmu dan nilai-nilai
keislaman yang cukup fundamental bagi perubahan prilaku masyarakat pada waktu
itu.
Secara umum hamper dapat dipastikan,
bahwa praktek pendidikan pada saat itu merupakan proses transpormasi dan
islamisasi nilai-nilai, budaya dan prilaku masyarakat setempat.
Sebagai kerajaan Islam yang pertama,
tampaknya belum banyak kajian atau penelitian --- khususnya oleh orang-orang Indonesia
sendiri --- mengenai Samudra Pasai, terutama dari segi pendidikan, yakni
bagaimana transformasi ilmu pengetahuan keislaman dan akhlak itu dilakukan.
Pendididkan Islam tentulah sangat
luas, baik cakupan maupun kedalaman isinya. Ia bias meliputi berbagai hal yang
berkenaan dengan aspek sejarah (masa,
moment, peristiwa / kejadian, dan lain sebagainya), aspek materi (kurukulum)
kelembagaan, tokoh, dan lain sebagainya. Demikian halnya dengan kerajaan
Samudra Pasai memiliki dimensi yang cukup luas, berkaitan dengan waktu
(periodisasi), aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan social, politik,
ekonomi, lokasi, tempat atau wilayah dan sebagainya. Untuk itu, pendidikan yang
dimaksud adalah “Pendidikan Islam pada zaman Kerajaan Samudra Pasai secara
umum” yang tercakup dalam komponen-komponen pendidikan pada umumnya.
B.
Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan dapat diartikan sebagai
bimbingan atau pembinaan terhadap peserta didik. Pendidikan secara sempit dapat
diartikan: “Bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai ia dewasa”.
Pendidikan juga dapat diartika secara luas: “Segala sesuatu yang menyangkut
proses perkembangan dan pengembangan manusia, yaitu upaya menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai bagi peserta didik, sehingga nilai-nilai yang
terkandung dalam pendidikan itu menjadi bagian dari kepribadian peserta didik,
yang pada gilirannya ia menjadi orang pandai, baik, mampu hidup dan berguna
bagi masyarakat.
Syed Naquib Al Attas dalam hal ini
menyatakan, bahwa pendidikan derasal dari kata ta’dib. Memang terdapat
kata lain selain ta’dib, yakni tarbiyah, akan tetapi tarbiyah lebih
menekankan kepada mengasuh, menanggung, memberi makan, memelihara dan
menjadikan bertambah dalam pertumbuhan.
Selanjutnya, Naquib menyatakan bahwa
penekanan pada “adab” yang mencakup amal dalam pendidikan dan proses
pendidikan, adalah untuk menjamin bahwasanya ilmu dipergunakan secara baik
dalam masyarakat. Karena alasan inilah, orang-orang bijak terdahulu
mengkombinasikan ilmu dengan amal dan adab dan menganggap kombinasi harmonis
ketiganya sebagai pendidikan.
Ki Hajar Dewantara, dalam hal ini
menyatakn bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan
yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manisia. Pendidikan tidak
hanya bersifat pelaku pengembangan tetapi sering merupakan perjuangan pula. Pendidikan
berarti memelihara hidup tumbuh kearah kemajuan, tidak boleh melanjutkan
keadaan kemarin dengan alam kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan,
berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi drajat kemanusiaan.
Rumusan pendidikan seperti diatas,
tampak memberikan kesan dinamis, modern dan progresif. Pendidikan tidak boleh
hanya memberikan bekal untuk membangun, tetapi seberapa jauh didikan yang
diberikan itu dapat berguna untuk menunjang kemampuan suatu bangsa.
Tokoh pendidikan lain yang menyoroti
pendidikan adalah Soegarda Poerbokawaca. Menurutnya, dalam arti umum
pendidikan mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk
mengalihkan pengalamannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi
muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama sebaik-baiknya.
Menurut Prof. H. M. Arifin, dengan
mengutip rumusan dari hasil seminar Pendidikan Islam se-Indonesia di Cipayung
Bogor tanggal 7-11-1960, menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah: Sebagai
bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan
hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya
semua ajaran Islam.
Istilah membimbing, mengarahkan, dan
mengasuh serta mengajarkan atau melatih, mengandung pengertian
usahamempengaruhi jiwa anak didik melalui proses setingkat demi setimgkat
menuju tujuan yang ditetapkan, yaitu menanamkan takwa dan akhlak serta
menegakkan kebenaran, sehingga terbentuknya manusia yang berkepribadian dan
berbudi luhur sesuai ajaran Islam.
Ada tiga point yang dapat
disimpulkan dari definisi pendidikan diatas, yaitu: pertama, pendidikan Islam adalah
menyangkut aspek jasmani dan rohani. Keduanya merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Oleh karna itu, pembinaan terhadap keduanya harus
serasi, selaras, dan seinbang. Kedua, pendidikann Islam mendasarkan
konsepsinya pada nilai-nilai relijius. Ini berarti bahwa pendidikan Islam tidak
mengabaikan factor teologis sebagai sumber dari ilmu itu sendiri. Ketiga, adanya
unsure takwa sebagai tujuan yang harus dicapai. Sebagaimana kita ketahui, bahwa
takwa merupakan benteng yang dapat berfungsi sebagai daya tangkal terhadap
pengaruh-pengaruh negative yang dating dari luar.
Berdasarkan pengertian-pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa “Pendidikan Islan adalah bimbingan yang
biberikan seseorang kepada seseoramg agar ia berkembang secara maksimal sesuai
dengan ajaran Islam”.
Dengan demikian yang dimaksud dengan
pendidikan Islam di Nusantara pada masa Kerajaan Samudra Pasai adalah bimbingan
dan pembinaan yang diklakukan oleh para ulama, sultan dan teungku kepada
masyarakat, baik sacara indivu maupun kelompok, di rumah-rumah, mushala,
masjid, maupun diistana, guna terwujudnya manusia yang beriman dan bertakwa
yang mampu mengamalkan ajarannuya dan berakhlak mulia serta memiliki ghirah keislaman
yang tinggi.
C. Sekilas
Tentang Kerajaan Islam Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai, merupakan
kerajaan Islam pertama di Indonesia. Ia berdiri pada sekitar awal abad ke-13 M
dengan rajanya yang pertama Al Malik Ibrahim bin Mahdum, yang kedua bernama Al
Malik Al Shaleh dan yang terakhir Al Malik Sabar Syah (tahun 1444 M / abad
ke-15 H). kerajaan ini terletak di pesisir timur laut Aceh yang sekarang dikenal
dengan nama Kabupaten Lhokseumawe atau Aceh Utara. Untuk waktu yang lama, Pasai
dianggap oleh kerajaan Islan di Nusantara sebagai pusat Islam.
Kemunculan Samudra Pasai sebagai
Kerajaan Islam diperkirakan dimulai dari awal atau pertengahan abad ke-13,
sebagai hasil dari proses islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah
disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7 M. dugaan atas berdirinya Kerajaan
Samudra Pasai pada abad ke-13 ini didukung oleh data-data sejarah yang
kongkret, antara lain adalah nisan kubur dari Samudra Pasai di Gampong Samudra
yang memuat nama Sultan Malik Al Saleh, yang berangka tahun 696 H / 1927 M.
Pendapat bahwa Islam sudah
berkenbang disana sejak awal abad ke -13 M, didukung oleh berita cina dan
pendapat Ibnu Btutah, seorang pengembara terkenal asal Maroko, yang pada
pertengahan abad ke -14 M (tahun 746 H / 1345 M) mengunjungi Samudra Pasai
dalam perjalananya dari Delhi ke Cina. Ketika itu Samudra Pasai diperintah oleh
Sultan Malik Al Zahir, putra Sultan Malik Al Shaleh. Malik Al Zahir dengan
hangat menghibur Ibnu Batutah dan rombongan kawan-kawannya didalam kota
berdinding kayu, yang terletak beberapa mil disebelah hulu sungai dari
pemukiman pelabuhan. Menurut sumber-sumber Cina, pada awal tahun 1282 M
kerajaan Samudra mengirim kepada Raja Cina duta-duta yang disebut dengan nama
muslim yakni Husain dan Sulaiman.
Setelah Sultan Al Malik Al Shaleh
mangkat (698 / 1297), digantikan oleh putranya bernama Al Malik Al Zahir I yang
memerintah tahun 1297-1326. raja ketiga adalah Al Malik Al Zahir II yang
memerintah dari tahun 1326-1345 M.
Kerajaan Samudra pasai mengalami
kejayaannya pada masa pemerintahan Al Malik Al Zahir II. Setelah beliau wafat
digantikan oleh putranya yang bernama Mansur Malik Al Zahir dan seterusnya
secara turun menurun.
Kerajaan Samudra Pasai adalah sebuah
kerajaan maritime. Dalam kehidupan perekonomiannya, kerajaan maritime ini tidak
mempunyai basis agraris. Basis perekonomiannya adalah perdagangan dan
pelayaran.
Kerajaan Islam Samudra Pasai
berlangsung sekitar tiga abad (244 tahun), yakni dari tahun 1280-an sampai
dengan 1524 M. Secara berturut-turut, kerajaan Samudra Pasai diperintah oleh
raja-raja / siltan dengan nama-nama sebagai berikut: Sultan Malik Al Shaleh
yang memerintah setelah beragama Islam sekitar tahun 1280-1297 M, Muhammad
Malik Al Zahir (1297-1326 M), Muhammad Malik Al Zahir (1326-1345 M), Mansur
Malik Al Zhir (1345-1346), Ahmad Malik Al Zahir (1346-1383 M), Zaenal Abidin
Malik Al Zahir (1383-1405 M), Nahrasyah (1402-? M), Abu Zaid Malik Al Zahir (?-1455
M), Muhammad Malik Al Zahir (1455-1477 M), Zaenal Abidin (1477-1500 M), Abdulah
Malik al Zahir (1501-1513 M), dan Zaenal Abidin (1513-1524 M).
D. Pendidikan Islam Pada Masa
Kerajaan Samudra Pasai
a. Metode
awal penyiaran islam
Menurut Muhammad Yunus, rupanya oleh
pedagang-pedagang Muslim dahulu dipegang teguh ajaran Islam itu, diturut dan
diamalkan. Sambil berdagang, mereka menyiarkan agama Islam kepada orang-orang
disekelilingnya. Dimana ada kesempatan, mereka berikan pendidikan dan ajaran
agama Islam. Bukan saja dengan perkataan, melainkan juga dengan perbuatan.
Didikan dan ajaran Islam mereka
berikan dengan perbuatan, dengan contoh dan suri tauladan. Mereka berlaku sopan
santun, ramah tamah, tulus ikhlas, amanah dan menjaga kepercayaan, pengasih dan
pemurah, jujur dan adil, menepati janji, serta menghormati adat istiadat anak
negeri. Pendeknya, mereka berbudi pekerti yang tinggi dan berakhlak mulia.
Semua itu berdasarkan cinta dan taat kepada Allah sesuai dengan didikan dan ajaran
Islam.
Proses penyiaran pendidika Islam ini
telah berlangsung lama semenjak abad ke-1 H / ke 7 M, sejalan dengan awal
masuknya agama Islam, sehingga muncullah komunitas muslim, yang merupakan perbauran
(asimilasi) antara masyarakat pendatang (muslim) yang notabennya adalah
para pedagang sekaligus da’i dengan masyarakat local (Samudra Pasai).
Namun, tampaknya proses penyiaran
(pendidikan) Islam tersebut kurang berlaku efektif. Terbukti hampir 5 abad
lamanya proses penyiaran pendidikan itu berlangsung, --- antara abad ke-7
hingga awal abad ke-13, tetapi belum menuai hasil yang prestisius dan
menggembirakan.
Atas dasar fakta tersebut diatas,
diubahlah metode penyiaran pendidikan tersebut, yakni dengan mengadakan
pendekatan secara langsung dengan pimpinan masyarakat / atau kepala suku yang
dilakukan oleh Syekh Ismail seorang da’i yang diutus langsung oleh seorang
Syarif penguasa makalah. Melalui Merah Silu --- yang kenudian setelah beragama
Islan bernama Sultan Malik Al Saleh --- inilah Islam mulai berkembang pesat di
Samudra Pasai.
b. Sistem
Pendidikan
Sistem pendidikan yang berlaku pada
masa Kerajaan Samudra tentu tidak seperti zaman sekarang ini. Sistem pendidikan
yang berlaku pada saat itu lebih bersifat informal, yang berbentuk majlis
taklim dan halaqah. Namun demikian, komponen-komponen pendidikan
yang ada pada massa Samudra Pasai pada waktu itu, tidak jauh berbeda dengan
komponen-komponen pendidikan yang ada sekarang ini. Hanya saja bentuk dan
jenisnya masih sederhana. Namun demikian, secara substansial proses pendidikan
dapat berjalan dengan sangat baik. Komponen-komponen pendidikan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pendidik
dan peserta didik
Pada saat itu yang menjadi pendidik
atau guru adalah mereka para saudagar yang sekaliguus merangkap sebagai da’i
yang berasal dari Gujarat dan Timur Tengah. Mereka antara lain adalah Syekh
Ismail dan Syekh Sayid Abdul Aziz. Demikian pula para Silltan Kerajaan Samuadra
Pasai. Mereka ikut mengajarkan dan mennyebarkakn ajaran Islam kepada segenap
rakyatnya.
Adapun peserta didik pada saat itu
adalah tidak terbatas usia, melainkan dari segala usia, yakni mulai dari
anak-anak hingga dewasa (usia lanjut). Tidak terbatas pada kalangan tertentu,
melainlkan dari berbagai kalangan, mulai dari rakyat biasa / jelata sampai
dengan sultan atau raja..
2. Materi
Pendidikan
Materi pendidikan Islam yang pertama
kali diberikan pada peserta didik adalah “Dua Kalimah Syahadat”. Ucaapan itu
dilakukan meskipun dengan bahasa sendiri. Setelah mereka mengucapkan dua
kalimah sahadat yang berarti telah masuk Islam barulah mereka diberikan
pelajaran selanjutnnya, yaitu menbaca Al-Qur’an, cara melaksanakan shalat dan
pada tingkat yang lebih tinggi. Materi yang diajarkan yaitu, pengajian
kitab-kitab fiqh yang bermadzhab imam Syafi’i, seperti: takrb, sulam taufiq,
bahkan terdapat pula pengajian yang dilakukan secara berkala pada setiap
selesain shalat jum’at berupa pengajian kitab-kitab yang lebih tinggi
tingkatannya, yaitu kitab Ihya Ulumuddin, Al Um, dan lain-lain. Materi
Al-Qur’an yang diajarkan untuk tingkatan yang sudah bisa membaca huruf Arab
adalah berupa pengajian Tafsir Jalalain. Selain materi tersebut, sudah
banrang tentu para Syekh mengajarkan tentang Akidah dan Akhlaq.
3. Tujuan
Pendidikan
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan
pada saat itu adalah belajar untuk menuntut ilmu sehingga dapat memahami,
menguasai, dan mengamalkan ajaran islam yang sudah diperoleh dari sang guru.
Lebih dari itu, mengembangkan ajaran Islam tanpa pamrih. dengan kata lain,
tidak berorientasi pada materi, melainkan berorientasi semata-mata menuntut
ilmu karena Allah.
4. Biaya
Pendidikan
Mereka belajar dan mengajar
semataimaata akhlas karna ingin mendapat ridha dari Allah swt. Mereka belajar
untuk menuntut ilmu. Mereka mengajar untuk meningkatkan dan mengembangkan
kalimat Allah. Oleh karna itu, tidak mengharapkan imbalan berupa materi.
Kendatipun demikian, masyarakat tentu memahami dan mengerti akan
kebutuhan-kebutuhan para Syekh yyang notabennya adalah manusia yang tetap
membutuhkan makan dan minum serta tempat untuk berteduh. Oleeh karna itu,
secara sukarela masyarakat tentu mengeluarkan berbagai macam hadiah atau
pemberian kepada para guru tersebut, terutama dalam bentuk hasil pertanian,
jamuan-jamuan dan sebagainya. Yang palling penting lagi adalah bahwa pendidikan
pada saat itu dibiayai oleh negara / kerajaan, sehingga masyarakat secara resmi
tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayar guru.
5. Waktu Dan
Tempat Belajar
a. Tempat
belajar
Secara umum, pengajar-pengajar Islam
dahulu malaksanakan penyaiaran Islam dimana saja nereka berada, dipinggir kali
sambil menanti perahu pengangkut barang, di perjamuan di waktu kenduri, dipa
dang rumput tempat gembala ternak, di tempat penimbunan barang dagangan, di
pasar-pasar tempat berjual beli, dan lain-lain. Disitulah bmereka memberikan
didikan dan ajaran Islam dan disanalah orang-orang menerima didikan dan ajaran
Islam. Semuanya dilakukan dengan perkataan secara mudah, snehingga mudah pula
orang memperoleh dididkan dan ajaran Islam. Adapun secara khusus tempat-tempat
pembelajaran dilakukan dirumah-rumah, masjid, surau, rangkang, dan pendopo
istana.
b. Waktu
belajar
Waktu yang digunakan untuk mempelajari atau mengerjakan pendidikan
sesungguhnya tidak mengikat. Karna pendidikan dapat berjalan kapan dan dimana
saja. Pendidikan dapat berlangsung pagi hari, siang hari, sore hari atau bahkan
malam hari. Namun secara khusus terutama yang terjadi dikalangan kesultanan,
waktu-waktu belajar dapat dilakukan sebagai berikuut:
1. Siang hari
khususnya setelah shalat jum’at
2. Sore hari
(ba’da ashar)
3. Malam haru
(ba’da magrub / isya)
Adapun
metode yang digunakan, khususnya dikalangan istana adalah diskusi.
maaf mau tanya. ini referensinya apa aja ya kak
BalasHapus