Selasa, 13 Maret 2012

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KERAJAAN SAMUDRA PASAI


A. Pendahuluan
            Sebagai kerajaan islam yang pertama, samudra pasai mempunyai peran yang sangat berarti dalam melakukan proses pendidikan guna tersosialisasinya ajaran-ajaran Islam sekaligus menginternalisasikan ajaran-ajaran trsebut kedalam prilaku masyarakat sehari-hari. Peran itu antara lain burupa dukungan secara resmi oleh para sultan yang memerintah kerajaan tersebut secara berkesinambungan, bahkan mereka turut berada digaris depan dalam menimba maupun mengajarkan ilmu-ilmu keislaman.
            Pendidikan Islam pada masa itu, secara menyeluruh masih sangat sederhana, dalam arti bentuk, metode dan corak masih konvensional atau tradisional, tidak sebagaimana system pendidikan yang berkembang dewasa ini. Namun demikian, bias jadi tingkat efektivitasnya makin tinggi, terutama dalam melahirkan para lulusan / kader yang berkualitas, karna secara substansial sesungguhnya terdapat transformasi ilmu-ilmu dan nilai-nilai keislaman yang cukup fundamental bagi perubahan prilaku masyarakat pada waktu itu.

            Secara umum hamper dapat dipastikan, bahwa praktek pendidikan pada saat itu merupakan proses transpormasi dan islamisasi nilai-nilai, budaya dan prilaku masyarakat setempat.
            Sebagai kerajaan Islam yang pertama, tampaknya belum banyak kajian atau penelitian --- khususnya oleh orang-orang Indonesia sendiri --- mengenai Samudra Pasai, terutama dari segi pendidikan, yakni bagaimana transformasi ilmu pengetahuan keislaman dan akhlak itu dilakukan.
            Pendididkan Islam tentulah sangat luas, baik cakupan maupun kedalaman isinya. Ia bias meliputi berbagai hal yang berkenaan dengan aspek sejarah  (masa, moment, peristiwa / kejadian, dan lain sebagainya), aspek materi (kurukulum) kelembagaan, tokoh, dan lain sebagainya. Demikian halnya dengan kerajaan Samudra Pasai memiliki dimensi yang cukup luas, berkaitan dengan waktu (periodisasi), aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan social, politik, ekonomi, lokasi, tempat atau wilayah dan sebagainya. Untuk itu, pendidikan yang dimaksud adalah “Pendidikan Islam pada zaman Kerajaan Samudra Pasai secara umum” yang tercakup dalam komponen-komponen pendidikan pada umumnya.

B. Pengertian Pendidikan Islam
            Pendidikan dapat diartikan sebagai bimbingan atau pembinaan terhadap peserta didik. Pendidikan secara sempit dapat diartikan: “Bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai ia dewasa”. Pendidikan juga dapat diartika secara luas: “Segala sesuatu yang menyangkut proses perkembangan dan pengembangan manusia, yaitu upaya menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai bagi peserta didik, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan itu menjadi bagian dari kepribadian peserta didik, yang pada gilirannya ia menjadi orang pandai, baik, mampu hidup dan berguna bagi masyarakat.
            Syed Naquib Al Attas dalam hal ini menyatakan, bahwa pendidikan derasal dari kata ta’dib. Memang terdapat kata lain selain ta’dib, yakni tarbiyah, akan tetapi tarbiyah lebih menekankan kepada mengasuh, menanggung, memberi makan, memelihara dan menjadikan bertambah dalam pertumbuhan.
            Selanjutnya, Naquib menyatakan bahwa penekanan pada “adab” yang mencakup amal dalam pendidikan dan proses pendidikan, adalah untuk menjamin bahwasanya ilmu dipergunakan secara baik dalam masyarakat. Karena alasan inilah, orang-orang bijak terdahulu mengkombinasikan ilmu dengan amal dan adab dan menganggap kombinasi harmonis ketiganya sebagai pendidikan.
            Ki Hajar Dewantara, dalam hal ini menyatakn bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manisia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pengembangan tetapi sering merupakan perjuangan pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh kearah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin dengan alam kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi drajat kemanusiaan.
            Rumusan pendidikan seperti diatas, tampak memberikan kesan dinamis, modern dan progresif. Pendidikan tidak boleh hanya memberikan bekal untuk membangun, tetapi seberapa jauh didikan yang diberikan itu dapat berguna untuk menunjang kemampuan suatu bangsa.
            Tokoh pendidikan lain yang menyoroti pendidikan adalah Soegarda Poerbokawaca. Menurutnya, dalam arti umum pendidikan mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama sebaik-baiknya.
            Menurut Prof. H. M. Arifin, dengan mengutip rumusan dari hasil seminar Pendidikan Islam se-Indonesia di Cipayung Bogor tanggal 7-11-1960, menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah: Sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.
            Istilah membimbing, mengarahkan, dan mengasuh serta mengajarkan atau melatih, mengandung pengertian usahamempengaruhi jiwa anak didik melalui proses setingkat demi setimgkat menuju tujuan yang ditetapkan, yaitu menanamkan takwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran, sehingga terbentuknya manusia yang berkepribadian dan berbudi luhur sesuai ajaran Islam.
        Ada tiga point yang dapat disimpulkan dari definisi pendidikan diatas, yaitu:  pertama, pendidikan Islam adalah menyangkut aspek jasmani dan rohani. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karna itu, pembinaan terhadap keduanya harus serasi, selaras, dan seinbang. Kedua, pendidikann Islam mendasarkan konsepsinya pada nilai-nilai relijius. Ini berarti bahwa pendidikan Islam tidak mengabaikan factor teologis sebagai sumber dari ilmu itu sendiri. Ketiga, adanya unsure takwa sebagai tujuan yang harus dicapai. Sebagaimana kita ketahui, bahwa takwa merupakan benteng yang dapat berfungsi sebagai daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negative yang dating dari luar.
            Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa “Pendidikan Islan adalah bimbingan yang biberikan seseorang kepada seseoramg agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam”.
            Dengan demikian yang dimaksud dengan pendidikan Islam di Nusantara pada masa Kerajaan Samudra Pasai adalah bimbingan dan pembinaan yang diklakukan oleh para ulama, sultan dan teungku kepada masyarakat, baik sacara indivu maupun kelompok, di rumah-rumah, mushala, masjid, maupun diistana, guna terwujudnya manusia yang beriman dan bertakwa yang mampu mengamalkan ajarannuya dan berakhlak mulia serta memiliki ghirah keislaman yang tinggi.

C. Sekilas Tentang Kerajaan Islam Samudra Pasai
            Kerajaan Samudra Pasai, merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Ia berdiri pada sekitar awal abad ke-13 M dengan rajanya yang pertama Al Malik Ibrahim bin Mahdum, yang kedua bernama Al Malik Al Shaleh dan yang terakhir Al Malik Sabar Syah (tahun 1444 M / abad ke-15 H). kerajaan ini terletak di pesisir timur laut Aceh yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Lhokseumawe atau Aceh Utara. Untuk waktu yang lama, Pasai dianggap oleh kerajaan Islan di Nusantara sebagai pusat Islam.
            Kemunculan Samudra Pasai sebagai Kerajaan Islam diperkirakan dimulai dari awal atau pertengahan abad ke-13, sebagai hasil dari proses islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7 M. dugaan atas berdirinya Kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-13 ini didukung oleh data-data sejarah yang kongkret, antara lain adalah nisan kubur dari Samudra Pasai di Gampong Samudra yang memuat nama Sultan Malik Al Saleh, yang berangka tahun 696 H / 1927 M.
            Pendapat bahwa Islam sudah berkenbang disana sejak awal abad ke -13 M, didukung oleh berita cina dan pendapat Ibnu Btutah, seorang pengembara terkenal asal Maroko, yang pada pertengahan abad ke -14 M (tahun 746 H / 1345 M) mengunjungi Samudra Pasai dalam perjalananya dari Delhi ke Cina. Ketika itu Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik Al Zahir, putra Sultan Malik Al Shaleh. Malik Al Zahir dengan hangat menghibur Ibnu Batutah dan rombongan kawan-kawannya didalam kota berdinding kayu, yang terletak beberapa mil disebelah hulu sungai dari pemukiman pelabuhan. Menurut sumber-sumber Cina, pada awal tahun 1282 M kerajaan Samudra mengirim kepada Raja Cina duta-duta yang disebut dengan nama muslim yakni Husain dan Sulaiman.
            Setelah Sultan Al Malik Al Shaleh mangkat (698 / 1297), digantikan oleh putranya bernama Al Malik Al Zahir I yang memerintah tahun 1297-1326. raja ketiga adalah Al Malik Al Zahir II yang memerintah dari tahun 1326-1345 M.
            Kerajaan Samudra pasai mengalami kejayaannya pada masa pemerintahan Al Malik Al Zahir II. Setelah beliau wafat digantikan oleh putranya yang bernama Mansur Malik Al Zahir dan seterusnya secara turun menurun.
            Kerajaan Samudra Pasai adalah sebuah kerajaan maritime. Dalam kehidupan perekonomiannya, kerajaan maritime ini tidak mempunyai basis agraris. Basis perekonomiannya adalah perdagangan dan pelayaran.
            Kerajaan Islam Samudra Pasai berlangsung sekitar tiga abad (244 tahun), yakni dari tahun 1280-an sampai dengan 1524 M. Secara berturut-turut, kerajaan Samudra Pasai diperintah oleh raja-raja / siltan dengan nama-nama sebagai berikut: Sultan Malik Al Shaleh yang memerintah setelah beragama Islam sekitar tahun 1280-1297 M, Muhammad Malik Al Zahir (1297-1326 M), Muhammad Malik Al Zahir (1326-1345 M), Mansur Malik Al Zhir (1345-1346), Ahmad Malik Al Zahir (1346-1383 M), Zaenal Abidin Malik Al Zahir (1383-1405 M), Nahrasyah (1402-? M), Abu Zaid Malik Al Zahir (?-1455 M), Muhammad Malik Al Zahir (1455-1477 M), Zaenal Abidin (1477-1500 M), Abdulah Malik al Zahir (1501-1513 M), dan Zaenal Abidin (1513-1524 M).     

D. Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Samudra Pasai
a. Metode awal penyiaran islam
            Menurut Muhammad Yunus, rupanya oleh pedagang-pedagang Muslim dahulu dipegang teguh ajaran Islam itu, diturut dan diamalkan. Sambil berdagang, mereka menyiarkan agama Islam kepada orang-orang disekelilingnya. Dimana ada kesempatan, mereka berikan pendidikan dan ajaran agama Islam. Bukan saja dengan perkataan, melainkan juga dengan perbuatan.
            Didikan dan ajaran Islam mereka berikan dengan perbuatan, dengan contoh dan suri tauladan. Mereka berlaku sopan santun, ramah tamah, tulus ikhlas, amanah dan menjaga kepercayaan, pengasih dan pemurah, jujur dan adil, menepati janji, serta menghormati adat istiadat anak negeri. Pendeknya, mereka berbudi pekerti yang tinggi dan berakhlak mulia. Semua itu berdasarkan cinta dan taat kepada Allah sesuai dengan didikan dan ajaran Islam.
            Proses penyiaran pendidika Islam ini telah berlangsung lama semenjak abad ke-1 H / ke 7 M, sejalan dengan awal masuknya agama Islam, sehingga muncullah komunitas muslim, yang merupakan perbauran (asimilasi) antara masyarakat pendatang (muslim) yang notabennya adalah para pedagang sekaligus da’i dengan masyarakat local (Samudra Pasai).
            Namun, tampaknya proses penyiaran (pendidikan) Islam tersebut kurang berlaku efektif. Terbukti hampir 5 abad lamanya proses penyiaran pendidikan itu berlangsung, --- antara abad ke-7 hingga awal abad ke-13, tetapi belum menuai hasil yang prestisius dan menggembirakan.
            Atas dasar fakta tersebut diatas, diubahlah metode penyiaran pendidikan tersebut, yakni dengan mengadakan pendekatan secara langsung dengan pimpinan masyarakat / atau kepala suku yang dilakukan oleh Syekh Ismail seorang da’i yang diutus langsung oleh seorang Syarif penguasa makalah. Melalui Merah Silu --- yang kenudian setelah beragama Islan bernama Sultan Malik Al Saleh --- inilah Islam mulai berkembang pesat di Samudra Pasai.
b. Sistem Pendidikan
            Sistem pendidikan yang berlaku pada masa Kerajaan Samudra tentu tidak seperti zaman sekarang ini. Sistem pendidikan yang berlaku pada saat itu lebih bersifat informal, yang berbentuk majlis taklim dan halaqah. Namun demikian, komponen-komponen pendidikan yang ada pada massa Samudra Pasai pada waktu itu, tidak jauh berbeda dengan komponen-komponen pendidikan yang ada sekarang ini. Hanya saja bentuk dan jenisnya masih sederhana. Namun demikian, secara substansial proses pendidikan dapat berjalan dengan sangat baik. Komponen-komponen pendidikan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pendidik dan peserta didik
            Pada saat itu yang menjadi pendidik atau guru adalah mereka para saudagar yang sekaliguus merangkap sebagai da’i yang berasal dari Gujarat dan Timur Tengah. Mereka antara lain adalah Syekh Ismail dan Syekh Sayid Abdul Aziz. Demikian pula para Silltan Kerajaan Samuadra Pasai. Mereka ikut mengajarkan dan mennyebarkakn ajaran Islam kepada segenap rakyatnya.
            Adapun peserta didik pada saat itu adalah tidak terbatas usia, melainkan dari segala usia, yakni mulai dari anak-anak hingga dewasa (usia lanjut). Tidak terbatas pada kalangan tertentu, melainlkan dari berbagai kalangan, mulai dari rakyat biasa / jelata sampai dengan sultan atau raja..
2. Materi Pendidikan
            Materi pendidikan Islam yang pertama kali diberikan pada peserta didik adalah “Dua Kalimah Syahadat”. Ucaapan itu dilakukan meskipun dengan bahasa sendiri. Setelah mereka mengucapkan dua kalimah sahadat yang berarti telah masuk Islam barulah mereka diberikan pelajaran selanjutnnya, yaitu menbaca Al-Qur’an, cara melaksanakan shalat dan pada tingkat yang lebih tinggi. Materi yang diajarkan yaitu, pengajian kitab-kitab fiqh yang bermadzhab imam Syafi’i, seperti: takrb, sulam taufiq, bahkan terdapat pula pengajian yang dilakukan secara berkala pada setiap selesain shalat jum’at berupa pengajian kitab-kitab yang lebih tinggi tingkatannya, yaitu kitab Ihya Ulumuddin, Al Um, dan lain-lain. Materi Al-Qur’an yang diajarkan untuk tingkatan yang sudah bisa membaca huruf Arab adalah berupa pengajian Tafsir Jalalain. Selain materi tersebut, sudah banrang tentu para Syekh mengajarkan tentang Akidah dan Akhlaq.
3. Tujuan Pendidikan
            Dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada saat itu adalah belajar untuk menuntut ilmu sehingga dapat memahami, menguasai, dan mengamalkan ajaran islam yang sudah diperoleh dari sang guru. Lebih dari itu, mengembangkan ajaran Islam tanpa pamrih. dengan kata lain, tidak berorientasi pada materi, melainkan berorientasi semata-mata menuntut ilmu karena Allah.
4. Biaya Pendidikan
            Mereka belajar dan mengajar semataimaata akhlas karna ingin mendapat ridha dari Allah swt. Mereka belajar untuk menuntut ilmu. Mereka mengajar untuk meningkatkan dan mengembangkan kalimat Allah. Oleh karna itu, tidak mengharapkan imbalan berupa materi. Kendatipun demikian, masyarakat tentu memahami dan mengerti akan kebutuhan-kebutuhan para Syekh yyang notabennya adalah manusia yang tetap membutuhkan makan dan minum serta tempat untuk berteduh. Oleeh karna itu, secara sukarela masyarakat tentu mengeluarkan berbagai macam hadiah atau pemberian kepada para guru tersebut, terutama dalam bentuk hasil pertanian, jamuan-jamuan dan sebagainya. Yang palling penting lagi adalah bahwa pendidikan pada saat itu dibiayai oleh negara / kerajaan, sehingga masyarakat secara resmi tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayar guru.
5. Waktu Dan Tempat Belajar
a. Tempat belajar
            Secara umum, pengajar-pengajar Islam dahulu malaksanakan penyaiaran Islam dimana saja nereka berada, dipinggir kali sambil menanti perahu pengangkut barang, di perjamuan di waktu kenduri, dipa dang rumput tempat gembala ternak, di tempat penimbunan barang dagangan, di pasar-pasar tempat berjual beli, dan lain-lain. Disitulah bmereka memberikan didikan dan ajaran Islam dan disanalah orang-orang menerima didikan dan ajaran Islam. Semuanya dilakukan dengan perkataan secara mudah, snehingga mudah pula orang memperoleh dididkan dan ajaran Islam. Adapun secara khusus tempat-tempat pembelajaran dilakukan dirumah-rumah, masjid, surau, rangkang, dan pendopo istana.
b. Waktu belajar
              Waktu yang digunakan untuk mempelajari atau mengerjakan pendidikan sesungguhnya tidak mengikat. Karna pendidikan dapat berjalan kapan dan dimana saja. Pendidikan dapat berlangsung pagi hari, siang hari, sore hari atau bahkan malam hari. Namun secara khusus terutama yang terjadi dikalangan kesultanan, waktu-waktu belajar dapat dilakukan sebagai berikuut:
1.      Siang hari khususnya setelah shalat jum’at
2.      Sore hari (ba’da ashar)
3.      Malam haru (ba’da magrub / isya)
Adapun metode yang digunakan, khususnya dikalangan istana adalah diskusi.

1 komentar: