PENDAHULUAN
Jamaah Islamiyah adalah sebuah kelompok Islam yang
beroperasi secara rahasia. Jamaah Islamiyah adalah sebuah organisasi militan
Islam di Asia Tenggara yang berupaya mendirikan sebuah negara Islam raksasa di
wilayah negara-negara Indonesia, Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand dan
Filipina. Pemerintah Amerika Serikat menganggap organisasi ini sebagai
organisasi teroris, sementara di Indonesia organisasi ini telah dinyatakan sebagai
"korporasi terlarang".
Jemaah Islamiyah dicurigai melakukan aksi
pengeboman Bali 2002 pada tanggal 12 Oktober 2002. Dalam serangan ini, pelaku
bom bunuh diri dari Jemaah Islamiyah disebut-sebut menewaskan 202 orang melukai
beberapa lainya di sebuah nightclub. Setelah serangan ini, Departemen Luar
Negeri Amerika Serikat menyatakan Jemaah Islamiyah sebagai pelakunya dan
menyatakannya sebagai Organisasi Teroris Asing. Jemaah Islamiyah juga dicurigai
melakukan pengeboman Zamboanga, pemboman Metro Manila, dan pemboman kedutaan
Australia 2004 di Jakarta. Bahkan dinyatakan bahwa Jamaah Islamiyah pertama
kali melibatkan dirinya sebagai kelompok sel teror yang menyediakan dukungan
keuangan dan logistik bagi operasi Al-Qaida di Asia Tenggara.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Jamaah Islamiyah
Dalam penyingkapan beberapa gerakan subversive
tahun 1970-an hingga awal 1980-an, yang antara lain melibatkan gerakan Komando
Jihad (Komji), Teror Warman, maupun Jamaah Imran, nama Jamaah Islamiyah belum
disebut-sebut didalamnya. Baru pada pertengahan tahun 1980-an nama Jamaah
Islamiyah muncul dalam beberapa persidangan khusus subvertif komando jihad,
teror Warman dan Usroh. Ketika itu Jamaah Islamiyah sering disebut secara
bergantian dengan istilah lain yaitu “Kelompok Teror Warman”, dan dikaitkan
dengan kelompok yang dibentuk oleh kelompok Abdullah Sungkar pada akhir tahun
1970-an yaitu “Jamaah Mujahidin Ansharullah”. Keberadaan Jamaah Islamiyah itu
sendiri dalam kasus tersebut telah dikaitkan dengan kelompok Abdullah Sungkar
dan Abdullah Ba’asyir yang memperjuangkan pembentukan Negara Islam Indonesia
(NII). Jamaah Islamiyah masih merupakan satu komponen dari jaringan NII.[1]
Abu Bakar Ba’asyir sendiri membantah
keterlibatannya dengan Jamaah Islamiyah dan menyatakan tidak tahu menahu
tentang Jamaah Islamiyah. Meskipun Jamaah Islamiyah dituduh melakukan pemboman
di hotel JW Mariot, Jakarta, keterkaitan Abu Bakar Ba’asyir dengan aksi itu
dinyatakan tidak terbukti oleh pengadilan.[2]
Ba’asyir dan kawan-kawannya mendirikan radio
untuk menyampaikan pengajian di Indonesia. Ba’asyir juga mendirikan pesantren
di Jawa. Motto dari pesantren itu adalah, "Hidup mulia atau mati mendapat
surga."[3]
Pada tahun 1993, beberapa saat setelah putusnya
hubungan dengan pimpinan NII Ajengan Masjuki, Abdullah Sungkar mendelegasikan
berdirinya Al-Jamaah Al-Islamiyah, atau yang biasa disebut dengan Jamaah
Islamiyah (JI) yang terpisah dari struktur NII. Terbentuknya Jamaah Islamiyah
menandai keluarnya aktivitas kelompok Abdullah Sungkar dan Ba’asyir dari NII.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, nama Jamaah Islamiyah itu sendiri telah
ada semenjak Sungkar dan Ba’asyir melangsungkan aktivitas Subversifenya di
Indonesia awal tahun 1980-an. Abdullah Sungkar sendiri telah memiliki reputasi
sebagai pimpinan tertinggi (Amir) kelompok bawah tanah Islam, yang sejak tahun
1970-an terus memcoba memperjuangkan
pembentukan Negara Islam Indonesia ini dan bahkan Sungkar sendiri telah
berhasil membangun jaringanya sendiri dengan kokoh.[4]
Akan tetapi menurut temuan The International
Crisis Group (ICG), Jamaah Islamiyah didirikan Abdullah Sunkar di Malaysia
sekitar tahun 1995. Ia dibantu sekondannya Abu Bakar Ba'asyir yang sama-sama
diburu pemerintahan Soeharto gara-gara menolak azas tunggal. Meski bersendikan
para bekas aktifis Negara Islam Indonesia (NII), organisasi ini menemukan
bentuknya sendiri dengan mengadopsi pemikiran-pemikiran Islam dari Timur
Tengah.
Metode perjuangannya banyak dipengaruhi oleh
perang Afghanistan. Ini misalnya dapat diamati dari pengakuan Imam Samudra yang
dijatuhi hukuman mati dalam kasus bom Bali. “Di sana, saya mendapat banyak
perubahan cara berpikir,” katanya. Tokoh-tokoh yang mempengaruhi mereka selama
di medan perang itu antara lain pimpinan Ikhwanul Muslimin di Yordania, Dr
Abdullah Azzam, bekas Mursyid Aam Ikhwan di Mesir Syaikh Mustafa Masyhur dan
pemimpin faksi militer Ikhwan di Afganistan Syaikh Prof Dr. Abdur-Rabbi-Rasul
Sayyaf.
Pengakuan Imam Samudra dan terpidana lainnya
tentang perbuatannya berikut jaringannya menjadikan keberadaan Jamaah Islamiyah
makin diyakini. Tapi apakah itu merupakan organisasi independen atau sengaja
dibentuk oleh pihak-pihak tertentu tanpa mereka sadari?[5]
B.
Idiologi Jamaah Islamiyah
Untuk memelusuri lebih jauh idiologi
dan struktur Jamaah Islamiyah bentukan Abdullah Sungkar setelah bubarnya
hubungan dengan NII, maka sebuah buki panduan organisasi yang sempat diterbitkan
dan banyak dikenal sebagai PUPJI (Pedoman Umum Perjuangan Jamaah Islamiyah),
sedikit banyak memberikan gambaran yang cukup jelas. Arti penting buku PUPJI
ini antara lain merupakan pegangan utama bagi para pengurus Jamaah Islamiyah
dalam menjalankan dan memahami organisasi.[6]
Temuan terpenting yakni dokumen Pedoman Umum
Perjuangan Jamaah Islamiyah (PUPJI) yang dikeluarkan Majelis Qiyadah Markaziyah
Al Jamaah Al Islamiyah (Majelis Pimpinan Pusat Jamaah Islamiyah). Dokumen ini
berisi prinsip dasar gerakan dalam menegakkan agama (Ushulul Manhaj Al Harakiy
li Iqamatud-Dien), prinsip perjuangan, pedoman operasi (al manhaj al amaly),
aturan dasar organisasi (nidhom asasi), kaderisasi dan pembinaan organisasi.[7]
Adapun mengenai pembagian wilahyah
kekuasaan (mantiqi) yang mencakup wilayah geografis beberapa Negara, dari
beberapa literature menerangkan cukup menunjukkan tujuan jangka panjang Jamaah
Islamiyah yang lebih bersekala luas. Mantiqi adalah pelaksana
keputusan-keputusan yang telah diputuskan oleh anggota pimpinan pusat secra
global. Mantiqi akan menerjemahkan keputusan-keputusan anggota pimpinan pusat
menurut keadaan setempat diwilayah gerakan mantiqi tersebut. Dari beberapa data
menyebutkan pada tahun 2001 Jamaah Islamiyah telah berhasil membentuk 3 mantiqi
dan 1 mantiqi persiapan.
Adapun lembaga mantiqi dalam
struktur Jamaah Islamiyah menunjukkan bahwa organisasi ini dimaksudkan untuk
dapat berkiprah melewati batas-batas territorial Indonesia. Ini memperlihatkan
ruang lingkup antara Jamaah Islamiyah dan NII yang tetap menitik beratkan bagi
terbentuknya sebuah Negara Islam di Indonesia. Sebaliknya sempat terungkap
bahwa Jamaah Islamiyah mencoba memperjuangkan apa yang disebut sebagai “Negara
Islam Nusantara” yang meliputi beberapa wilayah lintas Negara antara lain:
Indinesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan bahkan termasuk juga
Australia.
Dalam konsepsi perjuangan dasar
perjuangan Jamaah Islamiyah dikemukakan bahwa pemberlakuan hukum-hukum Islam
atau syariat Islam merupakan kondisi awal yang sangat penting untuk mendorong
lebih jauh terwujudnya sebuah Negara Islam. Untuk mencacapai tujuan paling
hakiki yakni tegaknya kekhilafahan Islam, Jamaah Islamiyah menyusun tiga
tahapan penting sebagaimana bebrada dalam al manhaj al haraqiy li iqamad
dien, yakni:[8]
1.
Persiapan untuk menegakkan daulah yang
meliputi: takwinul jamaah (pembentukan jamaah), takwinul quwwah (pembentukan
kekuatan), istikhdamul quwwah (penggunaan kekuatan).
2.
Penegakan daulah, yang akan berlangsung ketika
dalam suatu wilayah telah berhasil diwujudkan pelaksanaan syariat Islam dalam
naungan Daulah Islam atau sebuah Negara Islam.
3.
Penegakan khilafah, atau menyatukan negara-negara
Islam dibawah satu kepemimpinan maka khalifah telah berhasil di tegakkan.
Penegakkan kekhalifahan inilah, sebagaimana diperjuangkan pula organisasi
Hisbut Tahrir dan beberapa elemen Islam radikal lainnya yang menjadi muara dari
seluruh ikhtiar dan khidmat perjuangan Jamaah Islamiyah.
Meskipun dalam PUPJI diatur secara rinci
idiologi dan tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi, namun pada
kenyataannya beberapa hal didalamnya memiliki berbagai penafsiran dalam hal
cara bagaimana mewujudkannya. Hal ini ternyata kemudian berdampak liuas
dikalangan aktivis Jamaah Islamiyah itu sendiri, karena sebagian aksi yang
dilancarkan oleh beberapa elemen Jamaah Islamiyah jurtru menimbulkan
penentangan atau resistensi di unsur-unsur Jamaah Islamiyah yang lain.
Praktik “berjihad” dengan melakukan
serentetan pengeboman, termasuk bom bunuh diri, diberbagai lokasi di tanah Air
yang berlangsung sejak tahun 2000 sampai 2005, misalnya, telah memicu reaksi
baik yang sangat keras dari beberapa
anggota dan mantan anggota Jamaah Islamiyah sendiri. Umumnya keberatan atas
aksi-aksi tersebut berdasarkan alasan bahwa para pelaku telah melakukan
kesalahan fatal dengan banyak membunuh warga sipil yang tidak bersalah. Selain
itu, konsepsi jihad melawan musuh musuh Islam yang kerap dilontarkan sebagai
pembenar teror berdarah tersebut juga mendapatkan sanggahan dari banyak pihak.[9]
KESIMPULAN
Terorisme tidak akan pernah bisa ditumpas hanya
dengan mengandalkan kekuasaan senjata, melawan terorisme dengan kekuatan
militer, ibarat main tebang batang pohon, tapi tak sampai mencerabut
akar-akarnya. Pasalnya, aksi- aksi teror yang melahirkan kekerasan fisik di
mana-mana berakar pada sebuah ideologi yang mengimani kekerasan dan kehancuran.
Dan, ideologinya tak bisa ditembus butir-butir peluru.
Dalam ranah ini, melawan ideologi dan terorisme
pemikiran amatlah penting dan mendesak. Mengingat terorisme pemikiran adalah
awal dari terorisme fisik, dan untuk melawan terorisme pemikiran bukanlah
dengan cara kekerasan pula. Kita telah berhadapan dengan bentuk terorisme yang
jauh lebih besar, laten, dan mengakar kuat dalam pikiran dan hati pemeluknya.
Sama halnya dengan Jamaah Islamiyah yang berideologi
ingin membentuk sebuah Negara Islam dengan berkepemimpinan khalifah, mungkin
niat dan maksud mereka mendirikan organisasi tersebut adalah baik namun perlu
di perhatikan juga etika dan tata cara dalam menjalankan program-program untuk
mencapai sebuah tujuan yang diinginkan.
Menurut hemat penulis cara-cara yang digunakan Jamaah
Islamiyah daman niatannya untuk
mendirikan Negara Islam salah besar dengan mengedepankan kata Jihad Fi
Sabilillah dengan dalih membunuh musuh-musuh Islam di indonesia, tapi nyatanya
tidak sedikit masyarakat sipil dan umat Islam sendiri terbunuh karenanya,
apakah benah itu yang dinamakan Jihad Fi Sabilillah? Dengan membunuh saudara
sendiri.
DAFRAR KEPUSTAKAAN
Afadlah, dkk, Islam dan
Radikalisme di Indonesia, Jakarta: LIPI Press, 2005.
Mubarak, M Zaki, Genealogi
Islam Radikal di Indonesia Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokras,
Jakarta: LP3ES, 2007.
http://www.suara-islam.com.
http://www.wikipedia.com.
[9] Ba’asyir
menyatakan bahwa tindakan bom bunuh diri yang berlangsung beberaa tahun
terakhir tergolong sebagai al Istisyhad (mencari mati syahid), dan
pelakunya dinyatakan sebbagai mujaddid. Namun Ba’asyir menyebut aksi-aksi
tersebut sebagai “salah tempat” sebab dilakukan diwilayah aman (Indonesia), dan
bukan diwilayah konflik seperti diamalkan para sahabat Nabi. Padahal praktik al
istisyhad menurut Syafi’i hanya dapat dilakukan diwilayah perang atau
konflik. Lihat, Abu Bakar Ba’asyir, Catatan dari Penjara: Untuk Mengamalkan
dan menegakkan Dinul Islam (Depok: Mushaf, 2006), hal. 282-283. Lihat: M
Zaki Mubarak, Genealogi Islam Radikal di Indonesia Gerakan, Pemikiran dan
Prospek Demokras, (Jakarta: LP3ES, 2007), hal. 331-332.
MAKASIH banyak gan,,
BalasHapusmakasih mas pencerahannya. Excellent!
BalasHapus