Selasa, 13 Maret 2012

JAMA'AH ISLAMIYAH


PENDAHULUAN

Jamaah Islamiyah adalah sebuah kelompok Islam yang beroperasi secara rahasia. Jamaah Islamiyah adalah sebuah organisasi militan Islam di Asia Tenggara yang berupaya mendirikan sebuah negara Islam raksasa di wilayah negara-negara Indonesia, Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand dan Filipina. Pemerintah Amerika Serikat menganggap organisasi ini sebagai organisasi teroris, sementara di Indonesia organisasi ini telah dinyatakan sebagai "korporasi terlarang".
Jemaah Islamiyah dicurigai melakukan aksi pengeboman Bali 2002 pada tanggal 12 Oktober 2002. Dalam serangan ini, pelaku bom bunuh diri dari Jemaah Islamiyah disebut-sebut menewaskan 202 orang melukai beberapa lainya di sebuah nightclub. Setelah serangan ini, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan Jemaah Islamiyah sebagai pelakunya dan menyatakannya sebagai Organisasi Teroris Asing. Jemaah Islamiyah juga dicurigai melakukan pengeboman Zamboanga, pemboman Metro Manila, dan pemboman kedutaan Australia 2004 di Jakarta. Bahkan dinyatakan bahwa Jamaah Islamiyah pertama kali melibatkan dirinya sebagai kelompok sel teror yang menyediakan dukungan keuangan dan logistik bagi operasi Al-Qaida di Asia Tenggara.


PEMBAHASAN

A. Sejarah Jamaah Islamiyah
Dalam penyingkapan beberapa gerakan subversive tahun 1970-an hingga awal 1980-an, yang antara lain melibatkan gerakan Komando Jihad (Komji), Teror Warman, maupun Jamaah Imran, nama Jamaah Islamiyah belum disebut-sebut didalamnya. Baru pada pertengahan tahun 1980-an nama Jamaah Islamiyah muncul dalam beberapa persidangan khusus subvertif komando jihad, teror Warman dan Usroh. Ketika itu Jamaah Islamiyah sering disebut secara bergantian dengan istilah lain yaitu “Kelompok Teror Warman”, dan dikaitkan dengan kelompok yang dibentuk oleh kelompok Abdullah Sungkar pada akhir tahun 1970-an yaitu “Jamaah Mujahidin Ansharullah”. Keberadaan Jamaah Islamiyah itu sendiri dalam kasus tersebut telah dikaitkan dengan kelompok Abdullah Sungkar dan Abdullah Ba’asyir yang memperjuangkan pembentukan Negara Islam Indonesia (NII). Jamaah Islamiyah masih merupakan satu komponen dari jaringan NII.[1]
Abu Bakar Ba’asyir sendiri membantah keterlibatannya dengan Jamaah Islamiyah dan menyatakan tidak tahu menahu tentang Jamaah Islamiyah. Meskipun Jamaah Islamiyah dituduh melakukan pemboman di hotel JW Mariot, Jakarta, keterkaitan Abu Bakar Ba’asyir dengan aksi itu dinyatakan tidak terbukti oleh pengadilan.[2]
Ba’asyir dan kawan-kawannya mendirikan radio untuk menyampaikan pengajian di Indonesia. Ba’asyir juga mendirikan pesantren di Jawa. Motto dari pesantren itu adalah, "Hidup mulia atau mati mendapat surga."[3]
Pada tahun 1993, beberapa saat setelah putusnya hubungan dengan pimpinan NII Ajengan Masjuki, Abdullah Sungkar mendelegasikan berdirinya Al-Jamaah Al-Islamiyah, atau yang biasa disebut dengan Jamaah Islamiyah (JI) yang terpisah dari struktur NII. Terbentuknya Jamaah Islamiyah menandai keluarnya aktivitas kelompok Abdullah Sungkar dan Ba’asyir dari NII. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, nama Jamaah Islamiyah itu sendiri telah ada semenjak Sungkar dan Ba’asyir melangsungkan aktivitas Subversifenya di Indonesia awal tahun 1980-an. Abdullah Sungkar sendiri telah memiliki reputasi sebagai pimpinan tertinggi (Amir) kelompok bawah tanah Islam, yang sejak tahun 1970-an terus memcoba  memperjuangkan pembentukan Negara Islam Indonesia ini dan bahkan Sungkar sendiri telah berhasil membangun jaringanya sendiri dengan kokoh.[4]
Akan tetapi menurut temuan The International Crisis Group (ICG), Jamaah Islamiyah didirikan Abdullah Sunkar di Malaysia sekitar tahun 1995. Ia dibantu sekondannya Abu Bakar Ba'asyir yang sama-sama diburu pemerintahan Soeharto gara-gara menolak azas tunggal. Meski bersendikan para bekas aktifis Negara Islam Indonesia (NII), organisasi ini menemukan bentuknya sendiri dengan mengadopsi pemikiran-pemikiran Islam dari Timur Tengah.
Metode perjuangannya banyak dipengaruhi oleh perang Afghanistan. Ini misalnya dapat diamati dari pengakuan Imam Samudra yang dijatuhi hukuman mati dalam kasus bom Bali. “Di sana, saya mendapat banyak perubahan cara berpikir,” katanya. Tokoh-tokoh yang mempengaruhi mereka selama di medan perang itu antara lain pimpinan Ikhwanul Muslimin di Yordania, Dr Abdullah Azzam, bekas Mursyid Aam Ikhwan di Mesir Syaikh Mustafa Masyhur dan pemimpin faksi militer Ikhwan di Afganistan Syaikh Prof Dr. Abdur-Rabbi-Rasul Sayyaf.
Pengakuan Imam Samudra dan terpidana lainnya tentang perbuatannya berikut jaringannya menjadikan keberadaan Jamaah Islamiyah makin diyakini. Tapi apakah itu merupakan organisasi independen atau sengaja dibentuk oleh pihak-pihak tertentu tanpa mereka sadari?[5]

B. Idiologi Jamaah Islamiyah
            Untuk memelusuri lebih jauh idiologi dan struktur Jamaah Islamiyah bentukan Abdullah Sungkar setelah bubarnya hubungan dengan NII, maka sebuah buki panduan organisasi yang sempat diterbitkan dan banyak dikenal sebagai PUPJI (Pedoman Umum Perjuangan Jamaah Islamiyah), sedikit banyak memberikan gambaran yang cukup jelas. Arti penting buku PUPJI ini antara lain merupakan pegangan utama bagi para pengurus Jamaah Islamiyah dalam menjalankan dan memahami organisasi.[6]
Temuan terpenting yakni dokumen Pedoman Umum Perjuangan Jamaah Islamiyah (PUPJI) yang dikeluarkan Majelis Qiyadah Markaziyah Al Jamaah Al Islamiyah (Majelis Pimpinan Pusat Jamaah Islamiyah). Dokumen ini berisi prinsip dasar gerakan dalam menegakkan agama (Ushulul Manhaj Al Harakiy li Iqamatud-Dien), prinsip perjuangan, pedoman operasi (al manhaj al amaly), aturan dasar organisasi (nidhom asasi), kaderisasi dan pembinaan organisasi.[7]
            Adapun mengenai pembagian wilahyah kekuasaan (mantiqi) yang mencakup wilayah geografis beberapa Negara, dari beberapa literature menerangkan cukup menunjukkan tujuan jangka panjang Jamaah Islamiyah yang lebih bersekala luas. Mantiqi adalah pelaksana keputusan-keputusan yang telah diputuskan oleh anggota pimpinan pusat secra global. Mantiqi akan menerjemahkan keputusan-keputusan anggota pimpinan pusat menurut keadaan setempat diwilayah gerakan mantiqi tersebut. Dari beberapa data menyebutkan pada tahun 2001 Jamaah Islamiyah telah berhasil membentuk 3 mantiqi dan 1 mantiqi persiapan.
            Adapun lembaga mantiqi dalam struktur Jamaah Islamiyah menunjukkan bahwa organisasi ini dimaksudkan untuk dapat berkiprah melewati batas-batas territorial Indonesia. Ini memperlihatkan ruang lingkup antara Jamaah Islamiyah dan NII yang tetap menitik beratkan bagi terbentuknya sebuah Negara Islam di Indonesia. Sebaliknya sempat terungkap bahwa Jamaah Islamiyah mencoba memperjuangkan apa yang disebut sebagai “Negara Islam Nusantara” yang meliputi beberapa wilayah lintas Negara antara lain: Indinesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan bahkan termasuk juga Australia.
            Dalam konsepsi perjuangan dasar perjuangan Jamaah Islamiyah dikemukakan bahwa pemberlakuan hukum-hukum Islam atau syariat Islam merupakan kondisi awal yang sangat penting untuk mendorong lebih jauh terwujudnya sebuah Negara Islam. Untuk mencacapai tujuan paling hakiki yakni tegaknya kekhilafahan Islam, Jamaah Islamiyah menyusun tiga tahapan penting sebagaimana bebrada dalam al manhaj al haraqiy li iqamad dien, yakni:[8]
1.      Persiapan untuk menegakkan daulah yang meliputi: takwinul jamaah (pembentukan jamaah), takwinul quwwah (pembentukan kekuatan), istikhdamul quwwah (penggunaan kekuatan).
2.      Penegakan daulah, yang akan berlangsung ketika dalam suatu wilayah telah berhasil diwujudkan pelaksanaan syariat Islam dalam naungan Daulah Islam atau sebuah Negara Islam.
3.      Penegakan khilafah, atau menyatukan negara-negara Islam dibawah satu kepemimpinan maka khalifah telah berhasil di tegakkan. Penegakkan kekhalifahan inilah, sebagaimana diperjuangkan pula organisasi Hisbut Tahrir dan beberapa elemen Islam radikal lainnya yang menjadi muara dari seluruh ikhtiar dan khidmat perjuangan Jamaah Islamiyah.
Meskipun dalam PUPJI diatur secara rinci idiologi dan tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi, namun pada kenyataannya beberapa hal didalamnya memiliki berbagai penafsiran dalam hal cara bagaimana mewujudkannya. Hal ini ternyata kemudian berdampak liuas dikalangan aktivis Jamaah Islamiyah itu sendiri, karena sebagian aksi yang dilancarkan oleh beberapa elemen Jamaah Islamiyah jurtru menimbulkan penentangan atau resistensi di unsur-unsur Jamaah Islamiyah yang lain.
            Praktik “berjihad” dengan melakukan serentetan pengeboman, termasuk bom bunuh diri, diberbagai lokasi di tanah Air yang berlangsung sejak tahun 2000 sampai 2005, misalnya, telah memicu reaksi baik yang sangat keras dari  beberapa anggota dan mantan anggota Jamaah Islamiyah sendiri. Umumnya keberatan atas aksi-aksi tersebut berdasarkan alasan bahwa para pelaku telah melakukan kesalahan fatal dengan banyak membunuh warga sipil yang tidak bersalah. Selain itu, konsepsi jihad melawan musuh musuh Islam yang kerap dilontarkan sebagai pembenar teror berdarah tersebut juga mendapatkan sanggahan dari banyak pihak.[9]
 
KESIMPULAN

Terorisme tidak akan pernah bisa ditumpas hanya dengan mengandalkan kekuasaan senjata, melawan terorisme dengan kekuatan militer, ibarat main tebang batang pohon, tapi tak sampai mencerabut akar-akarnya. Pasalnya, aksi- aksi teror yang melahirkan kekerasan fisik di mana-mana berakar pada sebuah ideologi yang mengimani kekerasan dan kehancuran. Dan, ideologinya tak bisa ditembus butir-butir peluru.
Dalam ranah ini, melawan ideologi dan terorisme pemikiran amatlah penting dan mendesak. Mengingat terorisme pemikiran adalah awal dari terorisme fisik, dan untuk melawan terorisme pemikiran bukanlah dengan cara kekerasan pula. Kita telah berhadapan dengan bentuk terorisme yang jauh lebih besar, laten, dan mengakar kuat dalam pikiran dan hati pemeluknya.
Sama halnya dengan Jamaah Islamiyah yang berideologi ingin membentuk sebuah Negara Islam dengan berkepemimpinan khalifah, mungkin niat dan maksud mereka mendirikan organisasi tersebut adalah baik namun perlu di perhatikan juga etika dan tata cara dalam menjalankan program-program untuk mencapai sebuah tujuan yang diinginkan.
Menurut hemat penulis  cara-cara yang digunakan Jamaah Islamiyah  daman niatannya untuk mendirikan Negara Islam salah besar dengan mengedepankan kata Jihad Fi Sabilillah dengan dalih membunuh musuh-musuh Islam di indonesia, tapi nyatanya tidak sedikit masyarakat sipil dan umat Islam sendiri terbunuh karenanya, apakah benah itu yang dinamakan Jihad Fi Sabilillah? Dengan membunuh saudara sendiri.


DAFRAR KEPUSTAKAAN

Afadlah, dkk, Islam dan Radikalisme di Indonesia, Jakarta: LIPI Press, 2005.
Mubarak, M Zaki, Genealogi Islam Radikal di Indonesia Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokras, Jakarta: LP3ES, 2007.
http://www.suara-islam.com.
http://www.wikipedia.com.


     [1] M Zaki Mubarak, Genealogi Islam Radikal di Indonesia Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokras, (Jakarta: LP3ES, 2007), hal. 324-325.
    [2] http://www.wikipedia.com.
    [3] http://www.wikipedia.com.
     [4] M Zaki Mubarak, Genealogi Islam…..hal. 328-329.
    [5] http://www.suara-islam.com.
     [6] M Zaki Mubarak, Genealogi Islam…..hal. 329.
    [7] http://www.suara-islam.com.
    [8] M Zaki Mubarak, Genealogi Islam…..hal. 331.
     [9] Ba’asyir menyatakan bahwa tindakan bom bunuh diri yang berlangsung beberaa tahun terakhir tergolong sebagai al Istisyhad (mencari mati syahid), dan pelakunya dinyatakan sebbagai mujaddid. Namun Ba’asyir menyebut aksi-aksi tersebut sebagai “salah tempat” sebab dilakukan diwilayah aman (Indonesia), dan bukan diwilayah konflik seperti diamalkan para sahabat Nabi. Padahal praktik al istisyhad menurut Syafi’i hanya dapat dilakukan diwilayah perang atau konflik. Lihat, Abu Bakar Ba’asyir, Catatan dari Penjara: Untuk Mengamalkan dan menegakkan Dinul Islam (Depok: Mushaf, 2006), hal. 282-283. Lihat: M Zaki Mubarak, Genealogi Islam Radikal di Indonesia Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokras, (Jakarta: LP3ES, 2007), hal. 331-332.

2 komentar: