Frank (dalam
Soeparmo, 1984), dengan mengambil sebuah rantai sebagai perbandingan,
menjelaskan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah mengembangkan
pengertian tentang strategi dan taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai
tersebut sebelum tahun 1600, menghubungkan filsafat disatu pangkal dan ilmu
pengetahuan alam di ujung lain secara berkesinambungan. Sesudah tahun 1600,
rantai itu putus. Ilmu pengetahuan alam memisahkan diri dari
filsafat. Ilmu pengetahuan alam menempuh jalan praktis dalam menurunkan
hukum-hukumnya. Menurut Frank, fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah
menjembatani putusnya rantai tersebut dan menunjukkan bagaimana seseorang
beranjak dari pandangan common sense (pra-pengetahuan) ke
prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alam. Filsafat ilmu pengetahuan alam
bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan pandangan dunia yang di dalamnya ilmu
pengetahuan alam, filsafat dan kemanusian mempunyai hubungan erat.
Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara
fundamental dan struktural diarahkan pada produksi pengetahuan teknis dan yang
dapat digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion
form) dari proses belajar yang ada dalam struktur tindakan instrumentasi,
yaitu tindakan yang ditujukan untuk mengendalikan kondisi eksternal manusia.
Ilmu pengetahuan alam terkait dengan kepentingan dalam meramal (memprediksi)
dan mengendalikan proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan
rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.
Menurut Van Melsen (1985), ciri khas
pertama yang menandai ilmu alam ialah bahwa ilmu itu melukiskan kenyataan
menurut aspek-aspek yang mengizinkan registrasi inderawi yang langsung.
Hal kedua yang penting mengenai registrasi ini adalah bahwa dalam keadaan ilmu
alam sekarang ini registrasi itu tidak menyangkut pengamatan terhadap
benda-benda dan gejala-gejala alamiah, sebagaimana spontan disajikan kepada
kita. Yang diregistrasi dalam eksperimen adalah cara benda-benda
bereaksi atas “campur tangan” eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu
memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam
pengamatan konkrit selalu terdapat bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental
kita tidak akan tahu menahu tentang elektron-elektron dan bagian-bagian
elementer lainnya.
Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri
sendiri sejak abad ke 17. Kemudian pada tahun 1853, Auguste Comte mengadakan
penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang
dilakukan oleh Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan
sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala
dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan
mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana dan paling umum secara lebih
tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu
pengetahuan yang saling berkaitan untuk dapat berkembang secara lebih cepat. Dalam
penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi,
Fisika, Ilmu Kimia, Biologi dan Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan dalam urutan
keempat.
Penggolongan tersebut didasarkan pada
urutan tata jenjang, asas ketergantungan dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan
itu, setiap ilmu yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya, secara logis lebih
sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya
(The Liang Gie, 1999).
Pada pengelompokkan tersebut, meskipun
tidak dijelaskan induk dari setiap ilmu tetapi dalam kenyataannya sekarang
bahwa fisika, kimia dan biologi adalah bagian dari kelompok ilmu pengetahuan
alam.
Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang
mempelajari perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi.
Menurut ensiklopedi ilmu (dalam The Liang Gie, 1999), ilmu kimia dapat
digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia
organik, kimia analitis, kimia fisik serta kimia nuklir.
Selanjutnya
Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi efinisi tentang ilmu kimia
sebagai “… that it relates to the law of the phenomena of composition and
decomposition, which result from the molecular and specific mutual action of
different subtances, natural or artificial” ( arti harafiahnya kira-kira
adalah ilmu yang berhubungan dengan hukum gejala komposisi dan dekomposisi dari
zat-zat yang terjadi secara alami maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yang
dipergunakan dalam ilmu kimia tidak saja melalui pengamatan (observasi) dan
percobaan (eksperimen), melainkan juga dengan perbandingan (komparasi).
Jika
melihat dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, pada mulanya orang
tetap mempertahankan penggunaan nama/istilah filsafat alam bagi ilmu
pengetahuan alam. Hal ini dapat dilihat dari judul karya utama dari pelopor
ahli kimia yaitu John Dalton: New Princiles of Chemical Philosophy.
Berdasarkan
hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak
terlepas dari hubungan dengan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu diharapkan
uraian ini dapat memberikan dasar bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan
kembali sejarah perkembangan ilmu alam dan dalam pengembangan ilmu IPA
selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar