Senin, 02 Juli 2012

RESENSI BUKU IV

Kiri Islam Antara Modernisme dan Posmodernisme
 
Judul buku          : Kiri Islam Antara Modernisme dan Posmodernisme
Judul Asli            : Between Modernity and Posmodernity The Islamic Left
Pengarang           : Hasan Hanafi
Penerjemah          : M. Imam Aziz & M. Jadul Maula
Jumlah Halaman : 185
Penerbit               : LkiS, Yogyakarta

Pendahuluan:
         Diera globalisasi seperti sekarang ini manusia pada umumnya dituntut untuk mencapai kemajuan dalam segala bidang baik pendidikan, ekonomi dan pemerintahan. Dalam segi pendidikan setiap negara dituntut untuk menggunakan sistem klasikal karna termasuk kedalam masaah globalisasi dam modernitas. Dalam segi ekonomi setiap negara dituntut untuk menggunakan uang dalam melaksanakan jual beli. Dan dalam segi pemerintahan setiap negara harus menggunakan sistem demokrasi. Dan semua ini dimotosi oleh pihak yang berkuasa yaitu pihak dari barat. Dan tidak menutup kemungkinan banyak terjadi pemisahan antara sekelompk sosial masyarakan. Dan akhirnya Islam terpengaruh terhadap semuaitu sehingga Islam memisahkan antara yang miskin dan yang kaya, yang kuat dan yang lemah, padahal pada hakikatnya Al-Qur’an mengajarkan manusia bahwa tidak ada pemisahan atau perbedaan antara manusia dimata Allah, yang membedakan adalah taraf atau tinggkat ibadahnya.
         Dari keadaan seperti ini diperlukan seorang tokoh yang mampu berfikir untuk menyatukan umat Islam dan menghilangkan segala sekat-sekat yang dibuat oleh Barat yang bertujuan memecah umat Islam. Dari sini lahirlah Hasan Hanafi yang muncul sebagai pembaharu untuk mempersatukan umat islam dalam satu ruang lingkup dengan menggunakan teorinya yaitu Kiri Islam. 

Isi Buku:
         Dengan mengikuti determinisme-historik, Hasan Hanafi kemudian mengambil posisi kekirian. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa ia membawa kebebasan melalui penghancuran konstruk lama yang serba reaksiner dari feodalisme-kapitalistik yang menguasai masyarakat-masyarakat duania yang sedang berkembang. Karena kaum reaksioner dinilai sebagai ”kaum kanan”, dengan sendirinya lawan mereka termasuk yang tidak komunistik, dianggap sebagai ”kaum kiri”. Sudut pandang seperti inilah yang harus kita miliki untuk menilai ke-kiri-an Hasan hanafi, yang pada dasarnya juga ditentang oleh kaum kiri komunistik. Penggunaan istilah Kiri Islam oleh Hasan Hanafi, karena dikemukakan secara bertahap dan belum memiliki keutuhan teoretik, sering kali menimbulkan kesalah fahaman. Ke-kiri-an yang ditimbulkan dari keislaman, sejauh manapun ia berlaga dengan ke-kanan-an, kemutlakkannya tidak dapat diterima komunisme.
         Paceklik pemikiran kaum sosialis itu mendorong sublimasi pemikiran pembebasan dalam diri Hasan Hanafi itu pada tatanan baru dalam perjalanan pemikirannya. Pemikiran universalistik Hasan Hanafi itu dapat dilihat atau ditopang dari dua pendekatan yang pertama pendekatan pengintegrasian wawasan keislaman dari kehidupan kaum muslim dalam upaya penegakan martabat manusia melaui upaya pencapaian otonomi individual, yang kedua pengembangan epistimologi ilmu pengetahuan baru. 
         Menurut Hasan Hanafi Kiri Islam adalah kelanjutan Al-Urwah al-Watsqa dan Al-mannar diihat dari keterikatannya dengan agenda Islam al-Afghani yaitu melawan kolonialisme dan keterbelakangan menyerukan kebebasan dan keadilan sosial serta mempersatukan kaum muslimin kedalam blok Islam atau blok timur. Dengan demikian Kiri Islam merupakan penyempurnaan agenda modern islam yang mengungkapkan realitas dan tendensi sosial politik kaum muslimin, hanya saja Kiri Islam berangkat dari perbedaan yang ada pada umat Islam ”yang satu” itu, antara kaya dan miskin, kuat dan lemah, penindas dan yang ditindas, yang memiliki segala hal dan tidak memiliki apa-apa, orang yang eksis dan yang tidak eksis.
         Kiri Islam lahir setelah berbagai metode pembaruan masyarakat kita dalam beberapa generasi hanya menghasilkan keberhasilan yang relatif, bahkan untuk sebagiannya gagal, terutama dalam mengentaskan masalah keterbelakangan, Kiri Islam adalah benteng pelindung bagi Islam dan kaum muslimin untuk melawan upaya-upaya kolonialisasi kontemporer. Kiri Islam juga akan mengembangkan revormasi agama, tidak hanya dalam tatanan menghadapi ancaman-ancaman zaman ini: kolonialisme, proteksionisme, kapitalisme, keterbelakangan, dan penindasan.
         Kiri Islam berakar pula pada dimensi revolusioner dari khazanah intelektual lama. Oleh karena itu rekonstruksi, pengembangan, dan pemurnian khazanah lama itu sangat penting dilakukan. Dalam filsafat Kiri Islam mengikuti paradigma Ibnu Rusyd ia menghindari iluminasi dan metafisika dengan mendayakan rasio untuk menganalisis hukum alam. Kiri Islam menolak tasawuf serta memandangnya sebagai penyebab dekadensi kaum muslim, yang ditengarai oleh Ibnu Taimiyah al-Kawakibi dan Imam Khumaini sebagai orang-orang yang sok suci. Tasawuf sesungguhnya tumbuh sebagai gerakan anti kemewahan, arogansi, gila kekuasaan, dan kompetensi duniawi.         

Peninjauan Buku:
         Dilihat dari beberapa teorinya tampak jelas bagi kita bahwa eksperimentasi yang dilakkan oleh Hasan Hanafi menunjukkan penalaran yang semakin meningkat tatarannya. Dari kajian ilmiah atas satu bidang study keislaman, ia menaikan taraf pemikirannya pada pembuatan paradigma ideologi baru, termasuk pengajuan islam sebagai alternatif pembebasan bagi rakyat jelata dihadapan kekuasaan kaum feodal. Pendekatan tersebut diproklamasikan sebagai Kiri Islam. Demikianlah ulah setelah menyadari kegagalan pendekatan ke-kiri-an itu. Hasan Hanafi membawa kita ketataran pemikiran baru, yang lebih sublim tetapi lebih memberikan harapan Islam menjadi mitra bagi peradaban-peradaban lain, dalam penciptaan peradaban dunia yang baru dan universal. Kritik yang dilancarkan Shimogaki sebagai penganalisis terhadap karya Hasan Hanafi ini yakni orientasi ke-kiri-an melalui paham Kiri Islam, yang menjadi kandungan isi buku ini adalah kajian menarik atas salah satu titik penting dalam pemikiran Hasan Hanafi ini, kita tidak akan mamu sepenuhnya memahami apa yang ia yakini. Padahal, Hasan Hanafi justru mendorong kita mereguk sepuas-puasnya air dari sumber universalisme yang berintikan pembebasan kaum muslimin dari ketetrikatan yang membuat mereka bodoh dan terbelakang selama ini. Bukankah pembebasan seperti ini juga esensi pembebasan dari struktur kapitalistik dan feodal yang dulu diperjuangkannya melalui faham Kiri Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar