Secara bahasa istilah sekularisme berasal
dari kata saeculum yang memiliki dua dimensi, yang pertama adalah dimensi ruang
dengan pengertian di sini dan yang kedua adalah dimensi waktu dengan pengertian
saat ini. Sekularisme memiliki pandangan akan kehidupan yang didasari akan
pandangan di sini dan saat ini.
Secara makna sekularisme memiliki pandangan akan
kehidupan yang memisahkan antara dunia dan akhirat, agama dan negara, akal dan
wahyu, materi dan immateri, rasional dan irrasional. Sekularisme menjadi paham
yang melihat sebuah realitas secara parsial dan menafikan segala sesuatu yang
tidak bisa diterima secara rasional dan logis.
Sekularisme berkembang dari aliran
filsafat Yunani yang diawali oleh pemikiran salah satu filsuf Yunani,
Aristoteles. Aristoteles mempunyai pemikiran bahwa Tuhan setelah menciptakan
alam semesta tidak lagi mempunyai peranan dan tanggung jawab dalam perputaran
alam semeseta ini. Konsepsi Tuhan dalam pemikiran Aristoteles terpisah jauh
dari realitas alam semesta sehingga memunculkan pandangan akan ketidak
absolutan Tuhan. Pandangan ini akan menafikan realitas kekuasaan Tuhan dalam
kehidupan alam semesta, khususnya manusia dan menyebabkan lahirnya pandangan
pemisahan antara kekuasaan Tuhan dan kehidupan manusia.
Sekularisme juga dapat dilihat dari
berkembangnya aliran pemikiran rasionalisme yang menafikan sesuatu yang diluar
pemahaman akal. Dalam pandangan rasionalisme, segala sesuatu yang diluar
pemahaman akal manusia dinyatakan bukan sebagai sesuatu realitas dan diyakini
ketiadaannya. Pandangan ini menilai sesuatu yang nyata adalah segala sesuatu
yang dapat dicerna melalui indera manusia yaitu dapat dilihat, didengar,
diraba, dibaui, dan dirasakan. Apabila dalam proses penginderaan sesuatu tidak
dapat ditangkap realitasnya maka konsepsi akan hal tersebut adalah tidak nyata
atau tiada. Beranjak dari pemahaman di atas maka pandangan hidup yang terbentuk
dalam peradaban Yunani Kuno adalah pandangan hidup yang materialistik yang
melihat bahwa realitas dunia adalah materi dan menolak immateri dalam konteks
pemahaman oleh akal.
Perkembangan ilmu pengetahuan dapat
ditelusuri jejaknya dari peradaban besar yang terus hadir dalam peredaran dunia
ini dengan silih berganti. Peradaban Yunani-Romawi, Peradaban Islam dan masa Renaissance.
Penulis berpendapat salah satu faktor dalam perkembangan peradaban tersebut
adalah berkembangnya ilmu pengetahuan sebagai trigger utama. Peradaban
Yunani-Rumawi sebagai salah satu bangsa pionir dalam perkembangan ilmu
pengetahuan tentu mempunyai andil dalam menyebarkan pemahaman yang
materialistik dan rasionalistik.
Perkembangan peradaban Islam juga
disinyalir mendapatkan pengaruh dari filsafat dan pemikiran Yunani-Romawi yang
diterjemahkan oleh cendekiawan muslim ke dalam bahasa Arab. Tokoh utama dalam
penerjemahan tersebut adalah Ibnu Rusyd atau di Barat disebut Averroes. Ibnu
Rusyd menerjemahkan karya Plato dan Aristoteles, dan setelahnya dunia Islam
melakukan aktivitas dalam dunia intelektual dengan kecepatan yang mengagumkan.
Dan adanya hubungan antara peradaban Islam
dengan masa Renaissance di Barat juga diawali oleh adanya interaksi antara
dunia Islam dengan dunia Barat. Diawali oleh perang Salib, interaksi
sosial-budaya dan terjadinya transfer ilmu pengetahuan melalui penerjemahan
karya-karya intelektual muslim oleh orang-orang Eropa, salah satu tokohnya
adalah Edward dari Cremona. Kemudian muncullah budaya intelektual di Eropa abad
pertengahan dengan Italia sebagai pusatnya. Tetapi ada satu hal yang berbeda
dalam perkembangan ilmu pengetahuan di masa masuknya filsafat ke dalam
peradaban Islam. Intelektual muslim mencoba merespon masuknya filsafat dengan
melakukan proses penyaringan,penyeleksian dan pemilihan yang sesuai dengan
nilai-nilai Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar