A.
Riwayat Hidup.
K.H.A. Wahid Hasyim dilahirkan pada tanggal 5 Rabi’ul
Awal 1333 H (1 Juni 1914 M) di Tebuireng Jombang (Jawa Timur). Nama lengkapnya
Abdul Wahi Hasyim Ia adalah anak kelima dari 10 bersaudara pasangan Hadratus
Syaikh Hasyim Asy’ari dengan Nafiqah, sebagai seorang anak kiyai, wahid belajar
dari lingkungan keluarganya. Sejak usia 5 tahun, ia sudah belajar membaca
al-Qur’an yang dibimbing langsung oleh ayahnya. Ia menempuh pendidikan madrasah
dari lingkungan pesantren Tebuireng dan malam harinya mendapat pelajaran khusus
dari ayahnya. Kondisi ini ia tekuni sampai usia 12 tahun. Kitab-kitab klasik
yang dipakai di pesantren, seperti Fathul al-Qarib (kemenangan bagi yang dekat)
dan Minhaj al-Qayim (jalan yang lurus), sudah ia pelajari di usia 7 tahun.[1]
Ketika usianya lepas 12 tahun, ia pergi ke berbagai
pesantren. Tepatnya pada tahun 1927 ia pergi belajar ke pondok pesantren
Siwalan Panji, Sioarjo dan Lirboyo di Kediri. Kitab-kitab seperti Bidayatul
Mujtahid ia pelajari secara khusus. Hanya 3 tahun ia menimba ilmu di luar
tebuireng. Wahid kembali ke rumahnya dan dibimbing oleh ayahnya lagi, pada
tahun 1929, ketika ia berumur 15 tahun wahid mempelajari bahasa-bahasa dunia,
selain arab ia juga mempelajari bahasa Belanda dan Inggris.
Pada tahun 1932, ketika usianya 18 tahun, wahid
menunaikan haji. Kesempatan itu ia gunakan untuk memperdalam dan memperlancar
bahasa arab. Pulang dari mekkah, ia mengadakan pembaharuan dalam sistem
pendidikan pesantren, antara lain, dengan memasukan pelajaran ilmu-ilmu umum di
dalam kurikulum pondok pesantren. Awalnya ia mendapat kecaman yang cukup keras
dari kalangan kiyai, tapi lama kelamaan kritikan itu pupus seiring keberhasilan
pondok dan minat yang luar biasa dari orang tua santri, untuk memasukan
anak-anak mereka ke Tebuireng.
Setelah setahun mengadakan pembaharuan, maka pada
tahun 1935 Wahid mulai membuka sebuah madrasah yang modern, yang bernama Madrasah
Nizamiyah. Di samping pelajaran Agama Islam diadakan pula pelajaran
pengetahuan umum dan di samping pelajaran bahasa Arab diadakan pula pelajaran
bahasa Belanda dan bahasa Inggris.
Dalam tahun 1938, tepat di usianya yang ke-20 tahun,
wahid menghabiskan waktunya untuk aktivitas Nahdatu Ulama (NU), yang didirikan
antara lain oleh ayahandanya, meski anak sang pendiri, tapi karir ormas
terbesar ini ia rintis dari bawah, dari ranting Tebuireng sampai menjadi ketua
Pendidikan Ma’arif NU pada tahun 1940. dan ketika NU memisahkan diri dari
masyumi dan berubah menjadi partai politik tahun 1950, wahid terpilih sebagai
ketua Biro Politik NU.
Karir politik wahid dirintisnya sejak tahun 1944
ketika ia memboyong keluarganya ke Jakarta. Bermula dari posisinya sebagai
ketua II Majelis Syuro Dewan Partai Masyumi tahun 1945. Posisinya sama dengan
Ki Bagus Hadikusumo (ketua I) dan Mr. Kasman Singodimejo (ketua III), sedangkan
ketua umunya dijabat oleh Hasyim Asy’ari.
Karir di pemerintahan, ketika masa revolusi ia pernah
menjabat sebagai menteri negara, pada tahun 20 Desember 1949, wahid hasyim
diangkat menjadi menteri agama dalam kabinet Hatta. Jabatan itu terus menerus
dipegangnya sampai tiga kali kabinet, yaitu dalam kabinet Natsir dan kabinet
Sukiman, sehingga ia memegang Kementrian Agama selama dua tahun. Dalam
pembentukan kabinet baru sesudah kabinet Sukiman (1 April 1952) ia tidak
dipilih lagi menjadi Menteri Agama. Kedudukannya digantikan oleh K.H. Fakih
Usman dari Muhammadiyah. Setelah meninggalkan jabatan Menteri Agama ia aktif dalam
N.U. saja di samping usaha-usaha partikelir yang dilakukannya.
Pada hari minggu tanggal 19 April 1953 K.H.A. Wahid
Hasyim meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan mobil di daerah Cimahi, Bandung,
Jawa Barat. Jenazahnya dibawa ke Jakarta, kemudian dengan pesawat terbang
jenazah itu dibawa ke Surabaya untuk seterusnya dimakamkan di Tebuireng,
Jombang.[2]
B.
Pemikiran-pemikiranya
Sebelum menjadi mentri Agama di kabinet Hatta, Wahid sudah
menjadi mentri Negara hal tersebut menunjukan bahwa dalam bidang pemerintahan
bukanlah sesuatu yang asing baginya. Meski kementrian Agama sudah berdiri pada tahun 1946, tetapi
goyangan terhadap kementrian ini terus melaju di era Wahid Hasyim menjadi
mentrinya. Berbagi argument tentang tidak pentingnya kementrian ini bergulir
terus. Tetapi Wahid Hasyim, dengan berbagi argumentasinya berusaha
mengembangkan dan mempertahankan kementrian Agama. Bagi mereka yang tidak
setuju dengan departemen Agama, punya argumentasi bahwa Negara tidak mengurusi
soal – soal agama. Argument ini di jawab oleh Wahid Hasyim, bahwa meski Negara
kita bukan Negara agama, tetapi agama tidak bisa lepas begitu saja terhadap
persoalan agama. “hanya Negara Ateis yang melepaskan diri dari agama,”
Ada juga yang
mengkritik bahwa Depag lebih banyak mengurusi kepentingan umat Islam. Hal ini dengan
mudah dijawab oleh Wahid, bahwa jumlah
umat Islam di Indonesia itu mayoritas, karena itu wajar bila pemerintahan
memberikan perhatian lebih pada mereka. Dalam kenyataannya pemeluk agama, selain
Islam juga dapat perlakuan yang sama di dalam Depag. Itulah usaha-usaha yang
dilakukan Wahid ketika menjadi Menteri Agama, dan masih banyak lagi usaha dan
jasa-jasanya dalam pendidikan dan pengajaran Islam.
Di antara usaha-usaha dan jasa-jasa Wahid Hasyim dalam
pendidikan Islam yaitu sebagai berikut:[3]
1.
Mengeluarkan peraturan tentang:
Susunan dan tugas kewajiban Kantor Pusat Kementrian Agama dan Lapangan
pekerjaan, susunan serta tugas kewajiban: Jawatan Urusan Agama, Jawatan
Pendidikan Agama dan Jawatan Penerangan Agama. (Peraturan Menteri Agama No.
2 tahun 1951 tanggal 12 Januari 1951).
2.
Mengeluarkan Peraturan Bersama
Menteri P.P.K. dan Menteri Agama tentang: Pendidikan Agama di sekolah-sekolah
Negeri dan partikelir. (20 Januari 1951).
3.
Menyusun top formasi pegawai
Kantor Pendidikan Agama di Propinsi-propinsi dan kabupaten-kabupaten seluruh
Indonesia. (27 Januari 1951).
4.
Mendirikan Kantor-kantor
Pendidikan Agama di Propinsi-propinsi dan kabupaten-kabupaten seluruh
Indonesia. (30 Januari 1951).
5.
Mendirikan S.G.H.A. Negeri di
Kotaraja (Aceh) (13 Februari 1951).
6.
Mendirikan S.G.H.A. Negeri
Bukittinggi (Sumatera Tengah) (13 Februari 1951).
7.
Mendirikan P.G.A. Negeri di
Tanjung Pinang (Sumatera Tengah) (31 Mei 1951).
8.
Mengusahakan keluarnya putusan
Menteri P.P.K. dengan persetujuan Menteri Agama tentang: penghargaan
ijazah-ijazah Madrasah. (17 Juli 1951).
9.
Mendirikan P.G.A. Negeri di
Kotaraja (14 Agustus 1951).
10. Mendirikan P.G.A. Negeri di Padang (16 Agustus 1951).
11. Mendirikan P.G.A. Negeri di Banjarmasin (16 Agustus 1951).
12. Mendirikan P.G.A. Negeri di Jakarta (16 Agustus 1951).
13. Mendirikan P.G.A. Negeri di Tanjung Karang (Sumatera Selatan)
(16 Agustus 1951).
14. Mendirikan P.G.A. Negeri di Bandung (2 Agustus 1951).
15. Mendirikan P.G.A. Negeri di Pamekasan (8 Agustus 1951).
16. Menetapkan rencana pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah
Rakyat dari kelas IV-VI. (6 Mei 1951).
17. Menetapkan rencana pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah lanjutan
Tingkat Pertama. (31 Agustus 1951).
18. Menetapkan rencana pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah
lanjutan Tingkat Pertama. (31 Agustus 1951).
19. Mengeluarkan peraturan P.T.A.I.N. di Yogya. (21 Oktober 1951).
Dan
lain-lain yang berhubungan dengan pendidikan Agama.
Pendeknya pada masa Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama
dan Mahmud Yunus sebagai penghubung Pendidikan Agama banyaklah usaha-usaha yang
dilaksanakan untuk kemajuan pendidikan Agama seluruh Indonesia. Pada masa
itulah (tahun 1951) lahirnya S.G.H.A. dan P.G.A. di luar pulau Jawa, dengan
rencana pelajaran yang sama.[4]
Pada masa itulah lahirnya persatuan rencana pelajaran
Agama di sekolah-sekolah Negeri, mulai dari sekolah-sekolah Rakyat sampai kesekolah-sekolah
lanjutan tingkat pertama (Rencana Panitia, kemudian disahkan oleh Menteri Agama
dan Menteri P.P.K.).
Sebenarnya pada masa itu (tahun 1951) telah ada
Jawatan Pendidikan Agama yang berkedudukan di Yogya. Sebab itulah diadakan
penghubung Pendidikan Agama di pusat Kementrian Agama di Jakarta yang dikepalai
oleh Mahmud Yunus.
Pada hakekatnya pelaksanaan pendidikan Agama pada masa
itu masih terpegang di tangan Menteri Agama dengan perantaraan penghubung
pendidikan Agama. Tetapi setelah jawatan pendidikan agama pindah dari Yogya ke
Jakarta (1952), barulah semua pendidikan Agama diserahkan kepada jawatan
pendidikan Agama itu. Dengan demikian penghubung pendidikan Agama di pusat
Kementrian Agama di hapuskan.
[1] Nama
Islam.com Abdul Wahid Hasyim Muslim baby names & parenting ideas
[2] Prof. H.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Mutiara
Sumber Widya, 1995), hal. 371
[3] Prof. H.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam…, hal. 369-371.
[4] Prof. H.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam…, hal. 371
Tidak ada komentar:
Posting Komentar