Senin, 06 Februari 2012

K.H. ABDUL WAHID HASYIM

A.    Riwayat Hidup.
K.H.A. Wahid Hasyim dilahirkan pada tanggal 5 Rabi’ul Awal 1333 H (1 Juni 1914 M) di Tebuireng Jombang (Jawa Timur). Nama lengkapnya Abdul Wahi Hasyim Ia adalah anak kelima dari 10 bersaudara pasangan Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari dengan Nafiqah, sebagai seorang anak kiyai, wahid belajar dari lingkungan keluarganya. Sejak usia 5 tahun, ia sudah belajar membaca al-Qur’an yang dibimbing langsung oleh ayahnya. Ia menempuh pendidikan madrasah dari lingkungan pesantren Tebuireng dan malam harinya mendapat pelajaran khusus dari ayahnya. Kondisi ini ia tekuni sampai usia 12 tahun. Kitab-kitab klasik yang dipakai di pesantren, seperti Fathul al-Qarib (kemenangan bagi yang dekat) dan Minhaj al-Qayim (jalan yang lurus), sudah ia pelajari di usia 7 tahun.[1]
Ketika usianya lepas 12 tahun, ia pergi ke berbagai pesantren. Tepatnya pada tahun 1927 ia pergi belajar ke pondok pesantren Siwalan Panji, Sioarjo dan Lirboyo di Kediri. Kitab-kitab seperti Bidayatul Mujtahid ia pelajari secara khusus. Hanya 3 tahun ia menimba ilmu di luar tebuireng. Wahid kembali ke rumahnya dan dibimbing oleh ayahnya lagi, pada tahun 1929, ketika ia berumur 15 tahun wahid mempelajari bahasa-bahasa dunia, selain arab ia juga mempelajari bahasa Belanda dan Inggris.
Pada tahun 1932, ketika usianya 18 tahun, wahid menunaikan haji. Kesempatan itu ia gunakan untuk memperdalam dan memperlancar bahasa arab. Pulang dari mekkah, ia mengadakan pembaharuan dalam sistem pendidikan pesantren, antara lain, dengan memasukan pelajaran ilmu-ilmu umum di dalam kurikulum pondok pesantren. Awalnya ia mendapat kecaman yang cukup keras dari kalangan kiyai, tapi lama kelamaan kritikan itu pupus seiring keberhasilan pondok dan minat yang luar biasa dari orang tua santri, untuk memasukan anak-anak mereka ke Tebuireng.
Setelah setahun mengadakan pembaharuan, maka pada tahun 1935 Wahid mulai membuka sebuah madrasah yang modern, yang bernama Madrasah Nizamiyah. Di samping pelajaran Agama Islam diadakan pula pelajaran pengetahuan umum dan di samping pelajaran bahasa Arab diadakan pula pelajaran bahasa Belanda dan bahasa Inggris.
Dalam tahun 1938, tepat di usianya yang ke-20 tahun, wahid menghabiskan waktunya untuk aktivitas Nahdatu Ulama (NU), yang didirikan antara lain oleh ayahandanya, meski anak sang pendiri, tapi karir ormas terbesar ini ia rintis dari bawah, dari ranting Tebuireng sampai menjadi ketua Pendidikan Ma’arif NU pada tahun 1940. dan ketika NU memisahkan diri dari masyumi dan berubah menjadi partai politik tahun 1950, wahid terpilih sebagai ketua Biro Politik NU.
Karir politik wahid dirintisnya sejak tahun 1944 ketika ia memboyong keluarganya ke Jakarta. Bermula dari posisinya sebagai ketua II Majelis Syuro Dewan Partai Masyumi tahun 1945. Posisinya sama dengan Ki Bagus Hadikusumo (ketua I) dan Mr. Kasman Singodimejo (ketua III), sedangkan ketua umunya dijabat oleh Hasyim Asy’ari.
Karir di pemerintahan, ketika masa revolusi ia pernah menjabat sebagai menteri negara, pada tahun 20 Desember 1949, wahid hasyim diangkat menjadi menteri agama dalam kabinet Hatta. Jabatan itu terus menerus dipegangnya sampai tiga kali kabinet, yaitu dalam kabinet Natsir dan kabinet Sukiman, sehingga ia memegang Kementrian Agama selama dua tahun. Dalam pembentukan kabinet baru sesudah kabinet Sukiman (1 April 1952) ia tidak dipilih lagi menjadi Menteri Agama. Kedudukannya digantikan oleh K.H. Fakih Usman dari Muhammadiyah. Setelah meninggalkan jabatan Menteri Agama ia aktif dalam N.U. saja di samping usaha-usaha partikelir yang dilakukannya.
Pada hari minggu tanggal 19 April 1953 K.H.A. Wahid Hasyim meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan mobil di daerah Cimahi, Bandung, Jawa Barat. Jenazahnya dibawa ke Jakarta, kemudian dengan pesawat terbang jenazah itu dibawa ke Surabaya untuk seterusnya dimakamkan di Tebuireng, Jombang.[2]       
                         
B.     Pemikiran-pemikiranya
            Sebelum menjadi mentri Agama di kabinet Hatta, Wahid sudah menjadi mentri Negara hal tersebut menunjukan bahwa dalam bidang pemerintahan bukanlah sesuatu yang asing baginya. Meski kementrian  Agama sudah berdiri pada tahun 1946, tetapi goyangan terhadap kementrian ini terus melaju di era Wahid Hasyim menjadi mentrinya. Berbagi argument tentang tidak pentingnya kementrian ini bergulir terus. Tetapi Wahid Hasyim, dengan berbagi argumentasinya berusaha mengembangkan dan mempertahankan kementrian Agama. Bagi mereka yang tidak setuju dengan departemen Agama, punya argumentasi bahwa Negara tidak mengurusi soal – soal agama. Argument ini di jawab oleh Wahid Hasyim, bahwa meski Negara kita bukan Negara agama, tetapi agama tidak bisa lepas begitu saja terhadap persoalan agama. “hanya Negara Ateis yang melepaskan diri dari agama,”
 Ada juga yang mengkritik bahwa Depag lebih banyak mengurusi kepentingan umat Islam. Hal ini dengan mudah dijawab oleh  Wahid, bahwa jumlah umat Islam di Indonesia itu mayoritas, karena itu wajar bila pemerintahan memberikan perhatian lebih pada mereka. Dalam kenyataannya pemeluk agama, selain Islam juga dapat perlakuan yang sama di dalam Depag. Itulah usaha-usaha yang dilakukan Wahid ketika menjadi Menteri Agama, dan masih banyak lagi usaha dan jasa-jasanya dalam pendidikan dan pengajaran Islam.
Di antara usaha-usaha dan jasa-jasa Wahid Hasyim dalam pendidikan Islam yaitu sebagai berikut:[3]
1.      Mengeluarkan peraturan tentang: Susunan dan tugas kewajiban Kantor Pusat Kementrian Agama dan Lapangan pekerjaan, susunan serta tugas kewajiban: Jawatan Urusan Agama, Jawatan Pendidikan Agama dan Jawatan Penerangan Agama. (Peraturan Menteri Agama No. 2 tahun 1951 tanggal 12 Januari 1951).
2.      Mengeluarkan Peraturan Bersama Menteri P.P.K. dan Menteri Agama tentang: Pendidikan Agama di sekolah-sekolah Negeri dan partikelir. (20 Januari 1951).
3.      Menyusun top formasi pegawai Kantor Pendidikan Agama di Propinsi-propinsi dan kabupaten-kabupaten seluruh Indonesia. (27 Januari 1951).
4.      Mendirikan Kantor-kantor Pendidikan Agama di Propinsi-propinsi dan kabupaten-kabupaten seluruh Indonesia. (30 Januari 1951).
5.      Mendirikan S.G.H.A. Negeri di Kotaraja (Aceh) (13 Februari 1951).
6.      Mendirikan S.G.H.A. Negeri Bukittinggi (Sumatera Tengah) (13 Februari 1951).
7.      Mendirikan P.G.A. Negeri di Tanjung Pinang (Sumatera Tengah) (31 Mei 1951).
8.      Mengusahakan keluarnya putusan Menteri P.P.K. dengan persetujuan Menteri Agama tentang: penghargaan ijazah-ijazah Madrasah. (17 Juli 1951).
9.      Mendirikan P.G.A. Negeri di Kotaraja (14 Agustus 1951).
10.  Mendirikan P.G.A. Negeri di Padang (16 Agustus 1951).
11.  Mendirikan P.G.A. Negeri di Banjarmasin (16 Agustus 1951).
12.  Mendirikan P.G.A. Negeri di Jakarta (16 Agustus 1951).
13.  Mendirikan P.G.A. Negeri di Tanjung Karang (Sumatera Selatan) (16 Agustus 1951).
14.  Mendirikan P.G.A. Negeri di Bandung (2 Agustus 1951).
15.  Mendirikan P.G.A. Negeri di Pamekasan (8 Agustus 1951).
16.  Menetapkan rencana pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah Rakyat dari kelas IV-VI. (6 Mei 1951).
17.  Menetapkan rencana pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah lanjutan Tingkat Pertama. (31 Agustus 1951).
18.  Menetapkan rencana pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah lanjutan Tingkat Pertama. (31 Agustus 1951).
19.  Mengeluarkan peraturan P.T.A.I.N. di Yogya. (21 Oktober 1951).
Dan lain-lain yang berhubungan dengan pendidikan Agama.
Pendeknya pada masa Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama dan Mahmud Yunus sebagai penghubung Pendidikan Agama banyaklah usaha-usaha yang dilaksanakan untuk kemajuan pendidikan Agama seluruh Indonesia. Pada masa itulah (tahun 1951) lahirnya S.G.H.A. dan P.G.A. di luar pulau Jawa, dengan rencana pelajaran yang sama.[4]
Pada masa itulah lahirnya persatuan rencana pelajaran Agama di sekolah-sekolah Negeri, mulai dari sekolah-sekolah Rakyat sampai kesekolah-sekolah lanjutan tingkat pertama (Rencana Panitia, kemudian disahkan oleh Menteri Agama dan Menteri P.P.K.).
Sebenarnya pada masa itu (tahun 1951) telah ada Jawatan Pendidikan Agama yang berkedudukan di Yogya. Sebab itulah diadakan penghubung Pendidikan Agama di pusat Kementrian Agama di Jakarta yang dikepalai oleh Mahmud Yunus.
Pada hakekatnya pelaksanaan pendidikan Agama pada masa itu masih terpegang di tangan Menteri Agama dengan perantaraan penghubung pendidikan Agama. Tetapi setelah jawatan pendidikan agama pindah dari Yogya ke Jakarta (1952), barulah semua pendidikan Agama diserahkan kepada jawatan pendidikan Agama itu. Dengan demikian penghubung pendidikan Agama di pusat Kementrian Agama di hapuskan.


[1] Nama Islam.com Abdul Wahid Hasyim Muslim baby names & parenting ideas
[2] Prof. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995), hal. 371
[3] Prof. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam…, hal. 369-371.
[4] Prof. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam…, hal. 371

Tidak ada komentar:

Posting Komentar