I. Biografi
Beliau
adalah ilmuan Malaysia yang lahir di Bogor, Jawa Barat pada 5 september 1931. Pada
usia lima tahun ia pindah ke Malaysia, tapi pada masa pendudukan Jepang ia
kembali ke Jawa Barat dan belajar agama serta bahasa arab di pesantren al-Urwah
al-Wusqa di Sukabumi. Tahun 1946 ia kembali ke Malaysia dan hidup bersama
keluarga Tengku Abdul Aziz yang saat itu menjawab sebagai Menteri Besar Johor.
Pendidikan
formal beliau dimulai di English College Johor, kemudian The Royal Militery
Academy Sandhurst Inggris (selesai tahun 1955). Universitas Malaya, Malaysia kajian ilmu-ilmu social (1057-1959). MA dari
Mc Gill University Kanada di bidang teologi dan metafisika. Ph.D di The
School of Oriental and Afican Studies Universitas London Inggris (1966) dengan
Disertasi “The Mysticism of Hamzah Fansuri”.
II.
Pemikiran Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Menurutnya, islamisasi ilmu berarti
pembebasan ilmu dari penafsiran-penafsiran yang didasarkan pada ideologi
sekuler dan dari makna-makna serta ungkapan manusia sekuler. Gagasan ini muncul
karena tidak adanya landasan pengetahuan yang bersifat netral, sehingga ilmupun
tidak dapat bebas nilai. Pengetahuan dan ilmu yang tersebar ke tengah
masyarakat dunia termasuk dunia islam telah diwarnai oleh corak budaya dan
peradaban barat. Sementara peradaban Barat sendiri telah melahirkan
kebinggungan, kehilangan hakikat, menyebabkan kekacauan hidup manusia,
kekacauan dalam Tiga Kerajaan Alam, kehilangan kedamaian serta keadilan.
Pengetahuan Barat didasarkan pada skeptisisme lalu diilmiahkan dalam
metodologi.
Kebenaran dan realitas dalam panadangan
Barat tidal diformulasikan atas dasar pengetahuan wahyu dan keyakinan,
melainkan atas tradisi budaya yang didukung dengan premis-premis yang
didasarkan pada spekulasi atau perenungan-perenungan, terutama yang berkaitan
dengan kehidupan duniawi yang berpusat pada manusia , sebagai makhluk fisik dan
makhluk rasional. Perenungan filsafat tidak akan menghasilkan suatu keyakinan
sebagaimana diperoleh dari pengetahuan wahyu yang dipahami dan dipraktekkan
Islam. Pengetahuan barat tergantung
pada peninjauan (review) dan perubahan (change) yang tetap.
Muhammad Al-Naquib Al-Attas membagi ilmu
menjadi dua bagian :
a. Ilmu-ilmu agama
- Al-Qur’an: qiraat, tafsir dan ta’wil
- Hadist: sirah Nabawi, sejarah dan pesan-pesan para Rasul sebelumnya dan periwayatan otoritatif
- Syariah: hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan praktek-praktek Islam
- Teologi: tauhid (tentang Tuhan, wujudNya, sifatNya, asma-asmaNya, dan perbuatan-perbuatanNya)
- Metafisika Islam (tasawuf), psikologi, kosmologi, dan ontology
- Ilmu-ilmu linguistic, tata bahasa, leksikografi, dan kesustraan
b. Ilmu-ilmu rasional
- Ilmu-ilmu kemanusiaan
- Ilmu-Ilmu alamiah
- Ilmu-ilmu terapan
- Ilmu-ilmu teknologi
Ide
Islamisasi mengarah pada ilmu-ilmu kelompok kedua. Hal ini dikarenakan
ilmu-ilmu rasional, intelektual dan filosofi dengan segenap cabangnya mesti
dibersihkan dari unsur-unsur dan konsep-konsep kunci lalu dimasuki unsur-unsur
dan konsep-konsep kunci Islam. Islamisasi ilmu adalah suatu proses eliminasi
unsure-unsur dan unsure-unsur pokok, yang membentuk kebudayaan barat, dan
ilmu-ilmu yang dkembangkan; kemudian memasukan unsure-unsur dan konsep-konsep
Islam.
Islamisasi
awal yang harus diperhatikan terlebih dahulu adalah islamisasi bahasa, karena
bahasa sesuatu yang penting dan merupakan refleksi pemikiran dan pandangan
suatu masyarakat. Bahasa Islam yang dimaksud beliau adalah bahasa Arab yang
baru. Karena bahasa Arab yang lama mengunakan konsep-konsep dan memuat
pesan-pesan dalam world-view jahiliyah. Bahasa Arab yang baru adalah bahasa
Alquran yang mengubah sruktur konseptual jahiliyah dan mempunyai sifat ilmiah.
Istilah-istilah
Islam merupakan pemersatu umat muslim sedunia, karena tidak dapat diterjemahkan
secara memuaskan dalam bahasa manapun. Sehingga ia tetap seperti itu dengan
merujuk pemahaman seperti bahasa aslinya. Kata “Allah” bukan buatan manusia.
Jadi tidak cukup diterjemahkan dengan “God” atau “Tuhan” dengan “T” besar ala
Nurcholis Madjid.
Tentang
surat Al-Maidah ayat 3, tentang kesempurnaan agama Islam, beliau pahami sebagai
pernyataan wahyu bahwa sejak saat itu Islam telah menjadi suatu tatanan agama
yang total dan tertutup sehingga tidak ada peluang untuk terjadinya perubahan
dan perkembangan.
Wahyu
sendiri dilengkapkan pada masa hidup nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau menafsirkan hukum-hukum melalui pola hidup beliau. Hukum wahyu itu
beliau polakan dalam ajaran, ucapan dan perbuatan. Para sahabat dan orang-orang yang hidup sezaman
dengan beliau berlaku dengan ilham ilahi sehingga dapat dijadikan standard a criteria
bagi masa akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar