Senin, 06 Februari 2012

MUHAMMAD AL-NAQUIB AL-ATTAS

I. Biografi
     Beliau adalah ilmuan Malaysia yang lahir di Bogor, Jawa Barat pada 5 september 1931. Pada usia lima tahun ia pindah ke Malaysia, tapi pada masa pendudukan Jepang ia kembali ke Jawa Barat dan belajar agama serta bahasa arab di pesantren al-Urwah al-Wusqa di Sukabumi. Tahun 1946 ia kembali ke Malaysia dan hidup bersama keluarga Tengku Abdul Aziz yang saat itu menjawab sebagai Menteri Besar Johor.
     Pendidikan formal beliau dimulai di English College Johor, kemudian The Royal Militery Academy Sandhurst Inggris (selesai tahun 1955). Universitas Malaya, Malaysia kajian ilmu-ilmu social (1057-1959). MA dari Mc Gill University Kanada di bidang teologi dan metafisika. Ph.D di The School of Oriental and Afican Studies Universitas London Inggris (1966) dengan Disertasi “The Mysticism of Hamzah Fansuri”.
II. Pemikiran Islamisasi Ilmu Pengetahuan
     Menurutnya, islamisasi ilmu berarti pembebasan ilmu dari penafsiran-penafsiran yang didasarkan pada ideologi sekuler dan dari makna-makna serta ungkapan manusia sekuler. Gagasan ini muncul karena tidak adanya landasan pengetahuan yang bersifat netral, sehingga ilmupun tidak dapat bebas nilai. Pengetahuan dan ilmu yang tersebar ke tengah masyarakat dunia termasuk dunia islam telah diwarnai oleh corak budaya dan peradaban barat. Sementara peradaban Barat sendiri telah melahirkan kebinggungan, kehilangan hakikat, menyebabkan kekacauan hidup manusia, kekacauan dalam Tiga Kerajaan Alam, kehilangan kedamaian serta keadilan. Pengetahuan Barat didasarkan pada skeptisisme lalu diilmiahkan dalam metodologi.
     Kebenaran dan realitas dalam panadangan Barat tidal diformulasikan atas dasar pengetahuan wahyu dan keyakinan, melainkan atas tradisi budaya yang didukung dengan premis-premis yang didasarkan pada spekulasi atau perenungan-perenungan, terutama yang berkaitan dengan kehidupan duniawi yang berpusat pada manusia , sebagai makhluk fisik dan makhluk rasional. Perenungan filsafat tidak akan menghasilkan suatu keyakinan sebagaimana diperoleh dari pengetahuan wahyu yang dipahami dan dipraktekkan Islam. Pengetahuan barat tergantung pada peninjauan (review) dan perubahan (change) yang tetap.

Muhammad Al-Naquib Al-Attas membagi ilmu menjadi dua bagian :
a. Ilmu-ilmu agama
  1. Al-Qur’an: qiraat, tafsir dan ta’wil
  2. Hadist: sirah Nabawi, sejarah dan pesan-pesan para Rasul sebelumnya dan periwayatan otoritatif
  3. Syariah: hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan praktek-praktek Islam
  4. Teologi: tauhid (tentang Tuhan, wujudNya, sifatNya, asma-asmaNya, dan perbuatan-perbuatanNya)
  5. Metafisika Islam (tasawuf), psikologi, kosmologi, dan ontology
  6. Ilmu-ilmu linguistic, tata bahasa, leksikografi, dan kesustraan
b. Ilmu-ilmu rasional
  1. Ilmu-ilmu kemanusiaan
  2. Ilmu-Ilmu alamiah
  3. Ilmu-ilmu terapan
  4. Ilmu-ilmu teknologi
     Ide Islamisasi mengarah pada ilmu-ilmu kelompok kedua. Hal ini dikarenakan ilmu-ilmu rasional, intelektual dan filosofi dengan segenap cabangnya mesti dibersihkan dari unsur-unsur dan konsep-konsep kunci lalu dimasuki unsur-unsur dan konsep-konsep kunci Islam. Islamisasi ilmu adalah suatu proses eliminasi unsure-unsur dan unsure-unsur pokok, yang membentuk kebudayaan barat, dan ilmu-ilmu yang dkembangkan; kemudian memasukan unsure-unsur dan konsep-konsep Islam.
     Islamisasi awal yang harus diperhatikan terlebih dahulu adalah islamisasi bahasa, karena bahasa sesuatu yang penting dan merupakan refleksi pemikiran dan pandangan suatu masyarakat. Bahasa Islam yang dimaksud beliau adalah bahasa Arab yang baru. Karena bahasa Arab yang lama mengunakan konsep-konsep dan memuat pesan-pesan dalam world-view jahiliyah. Bahasa Arab yang baru adalah bahasa Alquran yang mengubah sruktur konseptual jahiliyah dan mempunyai sifat ilmiah.
     Istilah-istilah Islam merupakan pemersatu umat muslim sedunia, karena tidak dapat diterjemahkan secara memuaskan dalam bahasa manapun. Sehingga ia tetap seperti itu dengan merujuk pemahaman seperti bahasa aslinya. Kata “Allah” bukan buatan manusia. Jadi tidak cukup diterjemahkan dengan “God” atau “Tuhan” dengan “T” besar ala Nurcholis Madjid.
     Tentang surat Al-Maidah ayat 3, tentang kesempurnaan agama Islam, beliau pahami sebagai pernyataan wahyu bahwa sejak saat itu Islam telah menjadi suatu tatanan agama yang total dan tertutup sehingga tidak ada peluang untuk terjadinya perubahan dan perkembangan.
     Wahyu sendiri dilengkapkan pada masa hidup nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menafsirkan hukum-hukum melalui pola hidup beliau. Hukum wahyu itu beliau polakan dalam ajaran, ucapan dan perbuatan. Para sahabat dan orang-orang yang hidup sezaman dengan beliau berlaku dengan ilham ilahi sehingga dapat dijadikan standard a criteria bagi masa akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar